Kasus Pelecehan Seksual Mantan Kapolres Ngada: Jejak Digital Membongkar Kejahatan

Kasus Pelecehan Seksual Mantan Kapolres Ngada: Jejak Digital Membongkar Kejahatan

Kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman, terungkap berkat penelusuran jejak digital yang dilakukan otoritas Australia. Awalnya, sebuah video pelecehan seksual anak di bawah umur, termasuk seorang balita berusia tiga tahun, ditemukan di sebuah situs pornografi Australia pada pertengahan tahun 2024. Penyelidikan yang dilakukan otoritas Australia berhasil melacak lokasi unggah video tersebut ke Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Berbekal informasi tersebut, otoritas Australia kemudian berkoordinasi dengan pihak berwenang di Indonesia, mengajukan laporan resmi ke Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Langkah cepat ini memicu penyelidikan mendalam oleh Tim Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Tim investigasi langsung diterjunkan ke Bajawa, Kabupaten Ngada, tempat AKBP Fajar bertugas pada saat itu. Proses penyelidikan yang intensif ini berujung pada penangkapan AKBP Fajar pada tanggal 20 Februari 2025. Ia langsung dibawa ke Mabes Polri di Jakarta untuk menjalani serangkaian pemeriksaan.

Pemeriksaan tersebut tidak hanya berfokus pada kasus dugaan pencabulan. Hasil tes urine AKBP Fajar menunjukkan hasil positif penggunaan narkoba, sebuah fakta yang dikonfirmasi oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT, Komisaris Besar Hendry Novika Chandra. Chandra menyatakan bahwa informasi tersebut didapat dari laporan perkembangan pemeriksaan yang disampaikan oleh Mabes Polri. Penggunaan narkoba oleh AKBP Fajar menambah berat dakwaan yang akan dihadapinya.

Sementara itu, fokus penyelidikan pada kasus dugaan pencabulan mengarah pada tiga korban anak di bawah umur. Korban, yang berusia 14 tahun, 12 tahun, dan 3 tahun, telah mendapatkan pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang. Pelaksana Tugas Kepala Dinas, Imelda Manafe, mengkonfirmasi bahwa pihaknya telah memberikan pendampingan selama 20 hari kepada salah satu korban, yaitu anak berusia 12 tahun. Pihaknya juga tengah berupaya untuk bertemu dengan korban berusia 14 tahun, sementara korban berusia 3 tahun didampingi oleh orangtuanya. Ketiga korban diserahkan oleh Mabes Polri kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum yang dibutuhkan.

Kasus ini menyoroti pentingnya kolaborasi internasional dalam memberantas kejahatan transnasional, khususnya kejahatan seksual terhadap anak. Keberhasilan mengungkap kasus ini juga menjadi bukti efektifitas pemanfaatan teknologi digital dalam proses investigasi kejahatan. Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan bagi para korban dan memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku. Pentingnya perlindungan anak dan penegakan hukum yang tegas dalam kasus seperti ini menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak.