Pembatalan Diskon Listrik Picu Kekecewaan di Kalangan Pekerja Informal dan Ibu Rumah Tangga
Pembatalan rencana diskon listrik sebesar 50 persen oleh pemerintah dan pengalihan anggaran ke Bantuan Subsidi Upah (BSU) menuai kekecewaan dari sejumlah warga, terutama mereka yang berprofesi sebagai pekerja informal dan ibu rumah tangga.
Andi Firmansyah, seorang buruh harian lepas asal Bogor, mengungkapkan rasa kecewanya atas pembatalan diskon listrik tersebut. Menurutnya, diskon tersebut akan sangat membantu meringankan beban biaya hidupnya yang bergantung pada penghasilan harian. "Diskon listrik itu sangat berarti bagi kami yang pendapatannya tidak tetap," ujarnya.
Ia juga menyayangkan perubahan kebijakan yang dinilai terlalu cepat dan kurang mempertimbangkan kondisi pekerja informal. Andi berpendapat bahwa skema BSU tidak akan menyentuh masyarakat yang tidak terdaftar dalam program jaminan ketenagakerjaan. "Saya bingung mengapa program yang sudah diumumkan bisa dibatalkan begitu saja. Listrik itu kebutuhan penting, apalagi saya tinggal di kontrakan dan biaya listrik setiap bulan pas-pasan," imbuhnya.
Andi berharap pemerintah melakukan pendataan ulang agar bantuan dapat disalurkan secara lebih merata dan tepat sasaran. "Kami yang bekerja serabutan seperti ini seringkali tidak terdaftar, sehingga tidak mendapatkan bantuan apa pun. Program bantuan ini terasa kurang merata, dan mereka yang paling membutuhkan justru seringkali terlewat," katanya.
Senada dengan Andi, Gilda Trista, seorang ibu rumah tangga asal Jakarta, juga menyampaikan kekecewaannya. Ia menilai keputusan pemerintah tersebut mendadak dan tidak konsisten. "Ketika mendengar ada diskon listrik, saya sangat senang karena merasa beban hidup akan sedikit berkurang. Namun, ternyata malah dibatalkan. Saya merasa sedih dan bingung mengapa informasinya begitu mendadak," ungkap Gilda.
Ia berharap pemerintah dapat memberikan bantuan yang lebih merata dan menyasar berbagai kelompok masyarakat. "Sekarang bantuannya dialihkan ke BSU, terus terang saya tidak paham itu apa dan siapa saja yang bisa mendapatkannya. Rasanya bantuan itu jauh dari kami yang berada di lapisan bawah," lanjut Gilda.
Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa program diskon listrik tidak dapat direalisasikan karena proses penganggarannya tidak memungkinkan untuk dilakukan tepat waktu. Sebagai gantinya, pemerintah mengalihkan anggaran tersebut untuk Bantuan Subsidi Upah sebesar Rp 600.000 yang akan diberikan kepada pekerja dan guru honorer selama dua bulan.
BSU yang semula direncanakan sebesar Rp 150.000 per bulan, ditingkatkan menjadi Rp 300.000 per bulan. Dengan demikian, setiap pekerja dan guru honorer akan menerima Rp 600.000 untuk periode Juni-Juli 2025. Program BSU akan diberikan kepada para pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan serta guru honorer.