Putusan MK tentang Sekolah Gratis Picu Perdebatan: Sekolah Swasta Soroti Standarisasi Gaji Guru
Pro Kontra Sekolah Gratis: Implikasi Putusan MK Bagi Pendidikan Swasta
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan pendidikan dasar (SD dan SMP) gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta, menuai reaksi beragam dari berbagai kalangan, terutama dari pihak sekolah swasta. Kekhawatiran utama yang muncul adalah mengenai keberlangsungan operasional sekolah swasta, khususnya terkait pembiayaan gaji guru dan kegiatan belajar mengajar.
Suharto Yustinus Edyst, Kepala Sekolah SMP Budya Wacana, menyampaikan bahwa implementasi kebijakan sekolah gratis harus dibarengi dengan komitmen pemerintah dalam memberikan dukungan finansial yang memadai kepada sekolah swasta. Menurutnya, pemerintah perlu memastikan bahwa guru-guru di sekolah swasta mendapatkan gaji yang setara dengan standar Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Jika sekolah swasta digratiskan, pemerintah harus konsekuen dalam memberikan gaji yang sesuai dengan standar PNS," ujarnya.
Visi Misi Yayasan dan Pendanaan yang Berkelanjutan
Suharto menekankan pentingnya sekolah swasta untuk tetap menjalankan visi dan misi yayasan yang mendasarinya. Ia menjelaskan bahwa pendanaan untuk penggajian guru dan kegiatan belajar mengajar harus ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah agar kebijakan sekolah gratis dapat diimplementasikan secara adil.
"Sekolah swasta didirikan dengan visi dan misi tertentu. Jika sekolah digratiskan, kami tetap harus dapat menjalankan visi misi tersebut," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa jika pemerintah bersedia menanggung seluruh biaya penggajian guru dan biaya operasional sekolah, termasuk kegiatan kesiswaan dan belajar mengajar, maka sekolah swasta akan menyambut baik kebijakan tersebut.
Dilema Pendanaan: Antara SPP dan Dana BOS
Selama ini, penggajian guru di sekolah swasta sangat bergantung pada sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dari siswa. Jika SPP dihapuskan karena kebijakan sekolah gratis, maka sumber pendapatan utama ini akan hilang. Di sisi lain, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang ada saat ini dinilai tidak mencukupi untuk menutupi seluruh kebutuhan operasional sekolah.
"Ini menjadi dilema besar. Pada prinsipnya, kami setuju dengan kebijakan sekolah gratis, tetapi kami kembalikan lagi kepada pemerintah. Jika SPP dihapuskan, bagaimana kami membayar gaji guru dan memenuhi kebutuhan sarana prasarana? Dana BOS saja tidak cukup," ungkap Suharto.
Penolakan dari Muhammadiyah
Reaksi berbeda datang dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, yang secara tegas menolak putusan MK tentang sekolah gratis. Ia menilai bahwa putusan tersebut tidak mempertimbangkan kompleksitas sistem pendidikan di Indonesia, terutama peran penting lembaga swasta seperti Muhammadiyah dalam memajukan pendidikan nasional.
"Iya, betul, kami tidak setuju," tegas Haedar.
Penolakan ini didasari oleh kekhawatiran akan terganggunya keberlangsungan lembaga pendidikan swasta yang selama ini telah berkontribusi besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.