Larangan Gibah dalam Al-Qur'an: Sebuah Peringatan Keras atas Perilaku Menghancurkan Ukhuwah

Larangan Gibah dalam Al-Qur'an: Sebuah Peringatan Keras atas Perilaku Menghancurkan Ukhuwah

Islam, sebagai agama yang sempurna, tidak hanya mengatur hubungan hamba dengan Tuhannya, tetapi juga secara rinci mengatur hubungan antar sesama manusia. Salah satu aspek penting dalam ajaran Islam yang seringkali dilupakan adalah larangan gibah, atau menggunjing, yang dampaknya begitu merusak bagi keharmonisan dan persaudaraan umat Islam (ukhuwah Islamiyah).

Surah Al-Hujurat ayat 12 menjadi landasan utama larangan ini. Ayat tersebut memberikan perumpamaan yang sangat kuat dan mengena: gibah diibaratkan seperti memakan daging saudara sendiri yang telah mati – sesuatu yang menjijikkan dan tak terbayangkan keburukannya. Perumpamaan ini menekankan betapa kejam dan merusak perbuatan gibah, menghancurkan ikatan persaudaraan seakan-akan mengonsumsi bangkai saudara sendiri.

Berikut terjemahan lengkap Surah Al-Hujurat ayat 12:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ ۝١٢

yâ ayyuhalladzîna âmanujtanibû katsîram minadz-dzanni inna ba'dhaz-zanni itsmuw wa lâ tajassasû wa lâ yaghtab ba'dukum ba'dâ, a yuḫibbu aḫadukum ay ya'kula laḫma akhîhi maitan fa karihtumûh, wattaqullâh, innallâha tawwâburraḫîm

Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.

Ayat ini tidak hanya melarang gibah, tetapi juga prasangka buruk (dzan) dan mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus). Ketiga perilaku ini saling berkaitan dan berpotensi merusak hubungan antar individu.

Penjelasan Lebih Lanjut mengenai Larangan Gibah:

Berbagai ulama dan tafsir Al-Qur'an telah menjelaskan secara rinci tentang larangan gibah. Gibah mencakup pembicaraan tentang kekurangan, aib, atau keburukan seseorang di belakangnya, baik mengenai perilaku, fisik, maupun aspek lainnya. Bahkan, menurut beberapa pendapat, menyebut seseorang dengan julukan yang merendahkan sekalipun termasuk gibah.

Berikut beberapa penjelasan dari tafsir dan hadits:

  • Tafsir Tahlili Al-Qur'an: Menjelaskan bahwa ayat ini mengajarkan pentingnya menghindari prasangka buruk dan menjaga lisan agar tidak menimbulkan fitnah atau kesalahpahaman.
  • Pernyataan Mu'awiyah bin Qurrah: Menjelaskan bahwa menyebut seseorang dengan cacat fisiknya saja sudah termasuk gibah.
  • Pernyataan 'Ali bin Husain: Mengibaratkan gibah sebagai “lauk-pauk manusia,” yang menunjukkan betapa gibah menjadi kebiasaan yang merusak.
  • Hadits dari Abu Barzah al-Aslami (HR Ahmad): Memberikan peringatan keras bagi mereka yang beriman hanya dengan lisan, namun hatinya belum terpatri dengan iman, agar menjauhi gibah dan mencari-cari aib orang lain, karena Allah akan membalas dengan membuka aib mereka.

Kesimpulannya, larangan gibah dalam Islam bukan sekadar aturan sosial biasa, melainkan perintah ilahi yang bertujuan menjaga keharmonisan, persaudaraan, dan keutuhan umat Islam. Menghindari gibah adalah manifestasi nyata dari keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.