Penangkapan Kapten Kapal BBM di Batam Diprotes Kuasa Hukum, Diduga Langgar KUHAP
Kuasa hukum MF, kapten kapal KM Rizki Laut-IV yang ditangkap atas dugaan pengangkutan Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal, menyatakan bahwa proses penangkapan kliennya cacat prosedur. Agustinus Nahak, sang kuasa hukum, menyoroti sejumlah kejanggalan dalam penangkapan yang terjadi di perairan Sagulung, Batam, Kepulauan Riau pada Kamis (29/5/2025) lalu.
Menurut Agustinus, penangkapan tanpa surat perintah dan tanpa kondisi tertangkap tangan jelas melanggar Pasal 18 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia merujuk pada Putusan Praperadilan No.32/Pid.Prap/2013/PN.JKT.SEL yang menegaskan bahwa penangkapan tanpa surat resmi adalah tidak sah dan batal demi hukum. Lebih lanjut, Agustinus juga mempersoalkan penyitaan telepon genggam dan BBM tanpa berita acara serta tanpa kehadiran kapten kapal, yang dianggap menyalahi Pasal 38 dan 39 KUHAP. Ia mengacu pada Putusan Praperadilan No.69/Pid.Prap/2015/PN.JKT.SEL sebagai dasar argumennya.
Agustinus menjelaskan kronologi penangkapan berdasarkan keterangan kliennya. Saat itu, MF dan kru kapal baru saja menyelesaikan pelayaran rutin dari Tanjung Uncang dan sedang dalam perjalanan kembali. Tiba-tiba, kapal mereka didekati oleh sebuah speedboat yang membawa lima orang bersenjata laras panjang. Tanpa menunjukkan identitas atau surat perintah, para pria bersenjata itu langsung memborgol awak kapal dan menodongkan senjata.
Seluruh telepon genggam kru kapal disita, dan kapal dibawa paksa ke Dermaga Mako Polairud Polda Kepri. Keesokan harinya, Jumat (30/5/2025), penyitaan BBM dilakukan tanpa berita acara dan tanpa disaksikan oleh kapten kapal. Sebanyak 11.120 liter solar dipindahkan ke gudang PT Rizki Barokah Madani, bukan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan).
Kuasa hukum juga menyoroti bahwa keluarga MF baru menerima pemberitahuan dan surat penangkapan setelah proses penangkapan berlangsung. Sementara itu, awak kapal lainnya telah dipulangkan. Agustinus juga mengaku baru mengetahui tentang Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari kepolisian yang dikirim ke kejaksaan pada 31 Mei 2025, dan pihak keluarga belum menerima salinannya.
Agustinus berpendapat bahwa tidak ada delik materiil yang menjadi dasar penangkapan langsung. Ia menekankan bahwa kapal tidak melakukan pelanggaran hukum yang kasat mata, seperti tumpahan minyak, kandas akibat kelalaian, atau menyebabkan kerusakan atau korban jiwa. Terkait dugaan pengangkutan BBM ilegal tanpa dokumen resmi, Agustinus menyatakan bahwa pelanggaran administratif tidak serta-merta dapat dikriminalisasi. Ia mencontohkan, tidak terpenuhinya Surat Persetujuan Berlayar (SPB) tidak otomatis berujung pidana jika tidak ada kerugian nyata atau kelalaian fatal.
Menanggapi situasi ini, Agustinus menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan praperadilan untuk membatalkan status tersangka MF dan menyatakan barang bukti yang disita tidak sah secara hukum. Ia menilai bahwa proses penangkapan ini tidak hanya cacat prosedur, tetapi juga membuka ruang kriminalisasi terhadap kegiatan pelayaran yang seharusnya tunduk pada aturan administratif.
Sebelumnya, Dirreskrimsus Polda Kepri, Kombes Silvester Mangombo, menjelaskan bahwa penangkapan dilakukan berdasarkan laporan masyarakat dan pelaku usaha hilir migas terkait maraknya penjualan BBM ilegal di bawah harga resmi pemerintah. Proses penangkapan bermula dari keluhan masyarakat, pelaku usaha hilir migas, serta pemilik izin usaha niaga BBM resmi.