Perusahaan Bantah Tuduhan Job Fair Hanya Sekadar Formalitas Belaka
Perusahaan Bantah Tuduhan Job Fair Hanya Sekadar Formalitas Belaka
Maraknya perbincangan di media sosial mengenai anggapan bahwa job fair hanyalah formalitas belaka, di mana perusahaan hanya sekadar memenuhi indikator kinerja utama (KPI) dari instansi terkait, memicu reaksi dari berbagai pihak. Beberapa perusahaan yang aktif berpartisipasi dalam job fair dengan tegas membantah tuduhan tersebut.
Salah seorang staf dari Kawan Lama Group yang bertugas di job fair yang diadakan di GOR Tanjung Duren, Jakarta Barat, menepis anggapan tersebut. Ia menjelaskan bahwa perusahaan mengikuti job fair karena memang memiliki kebutuhan tenaga kerja yang riil. Proses pendaftaran tetap diarahkan melalui situs resmi perusahaan, namun job fair memberikan kesempatan untuk melakukan screening awal terhadap calon karyawan secara langsung.
"Kita di sini butuh, memang ada lowongan. Kita datang ke job fair pasti butuh orang, dan orang-orang itu harus sesuai dengan kualifikasi kita," ujarnya. Keuntungan mengikuti job fair adalah perusahaan dapat melihat langsung cara pelamar berkomunikasi dan bertanya, sehingga proses penyaringan dapat dilakukan lebih efektif.
Meski demikian, ia mengakui bahwa tidak semua pelamar dapat diterima karena perusahaan harus mencari kandidat yang paling sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Kegagalan pelamar untuk lolos seleksi bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti latar belakang pendidikan dan pengalaman yang tidak memenuhi standar.
Senada dengan Kawan Lama Group, perwakilan dari PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) juga membantah tudingan serupa. Menurutnya, JNE tidak akan berpartisipasi dalam job fair jika tidak ada lowongan yang tersedia. Ia menambahkan bahwa job fair menjadi platform yang efektif untuk menjaring kandidat, terutama untuk posisi di bagian operasional.
"Dengan ada Job Fair ini sebenarnya kita bisa menjaring semua kalangan di semua posisi lah ya, di operasionalnya, di back office-nya. Karena kalau kami sendiri di jasa ekspedisi, kan memang menjaring itu dari level bawah, bahkan untuk tingkat pendidikan yang paling bawah kalau dia di operasional," jelasnya.
Ia mengungkapkan bahwa untuk posisi operasional, JNE dapat menyerap sekitar 80-90% pelamar yang mendaftar di job fair. Tantangan utama justru terletak pada bagaimana mempertahankan karyawan yang telah diterima.
Salah seorang peserta job fair, Davi (19), juga memiliki pandangan yang berbeda. Ia meyakini bahwa tidak semua perusahaan yang membuka lowongan di job fair hanya sekadar formalitas. Pengalamannya saat menyerahkan CV menunjukkan bahwa para petugas di booth perusahaan mencatat setiap lamaran yang masuk, dan beberapa perusahaan bahkan menjanjikan jawaban dalam jangka waktu tertentu.
"Mungkin nggak semua perusahaan kali ya, karena kan tadi yang saya perhatiin yang terima CV saya ada dicatat-catat juga. Nanti katanya seminggu kemudian, katanya gitu, cuma kita lihat saja ke depan kaya gimana," ungkap Davi.
Ia juga menceritakan pengalamannya mengikuti job fair yang diadakan oleh sekolahnya, di mana ia berhasil mengikuti pelatihan di salah satu jaringan minimarket terkemuka. Beberapa temannya juga berhasil mendapatkan pekerjaan melalui job fair, sehingga ia percaya bahwa lowongan yang ditawarkan bukan sekadar formalitas.
Dengan adanya bantahan dari pihak perusahaan dan pengalaman positif dari peserta, narasi bahwa job fair hanyalah formalitas perlu dipertimbangkan kembali. Job fair tetap menjadi salah satu cara yang efektif bagi perusahaan untuk mencari tenaga kerja dan bagi pencari kerja untuk mendapatkan informasi lowongan serta berinteraksi langsung dengan pihak perusahaan.