Perlunya Keseimbangan Perspektif dalam Penulisan Sejarah Nasional: Kritik terhadap Pendekatan "Tone" Positif
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melalui salah satu anggotanya di Komisi X DPR, Bonnie Triyana, menyampaikan kritik terhadap wacana pemerintah untuk menulis ulang sejarah Indonesia dengan penekanan pada "tone" positif. Bonnie Triyana mengingatkan akan potensi distorsi sejarah jika hanya satu sisi saja yang ditonjolkan dalam penulisan tersebut.
Bonnie Triyana menjelaskan bahwa idealnya, penulisan sejarah harus mencakup berbagai perspektif, termasuk sisi terang dan gelap masa lalu bangsa. Menurutnya, memahami kelemahan dan kesalahan di masa lampau justru menjadi kunci untuk perbaikan dan kemajuan bangsa di masa depan. "Jika kita hanya mengagungkan masa lalu dari sisi baiknya saja, itu berpotensi karya sejarah terpeleset," ujarnya. Bonnie menambahkan bahwa fokus hanya pada sisi negatif juga tidak ideal, namun keseimbangan dalam penyajian fakta adalah hal yang krusial.
Lebih lanjut, Bonnie Triyana menekankan pentingnya pembelajaran dari sejarah kelam, termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Ia berharap pemerintah tidak melakukan sensor terhadap peristiwa-peristiwa tersebut dalam proses penulisan ulang sejarah. Menurutnya, momentum ini harus dimanfaatkan untuk belajar dari masa lalu, sehingga penulisan buku sejarah dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi bangsa.
Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang sebelumnya menyampaikan bahwa penulisan ulang sejarah akan dilakukan dengan pendekatan yang lebih positif, bukan untuk mencari-cari kesalahan di masa lalu. Fadli Zon menekankan bahwa tujuan utama penulisan ulang sejarah adalah untuk mempersatukan bangsa dan mengedepankan kepentingan nasional. Menurut Fadli, setiap zaman pasti memiliki kesalahan, sehingga fokus pada aspek positif dianggap lebih konstruktif.