DPR RI Geram: Upaya Hukum Paulus Tannos di Singapura Tantang Kedaulatan Indonesia
Kasus korupsi e-KTP kembali mencuat dengan penolakan Paulus Tannos, seorang buronan yang kini ditahan di Singapura, untuk diekstradisi ke Indonesia. Sikap tidak kooperatif Tannos ini memicu reaksi keras dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Paulus Tannos, yang terjerat dalam kasus korupsi proyek e-KTP, saat ini tengah menghadapi proses hukum di Singapura. Ia mengajukan penangguhan penahanan, sebuah langkah yang dipandang sebagai upaya untuk menghindari proses hukum di Indonesia. Tindakan ini dianggap oleh sejumlah anggota DPR RI sebagai sebuah tantangan terhadap kedaulatan hukum Indonesia.
Mafirion, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB, menyampaikan kecaman keras terhadap upaya Tannos untuk menghindari jeratan hukum. Ia menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya tentang tindak pidana korupsi, tetapi juga menyangkut harga diri dan kedaulatan bangsa. Mafirion mendesak pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah tegas dan tidak menyerah pada manuver hukum yang dilakukan oleh buronan tersebut.
"Ini bukan hanya soal korupsi, tapi sudah menyentuh kedaulatan hukum negara. Negara tidak boleh kalah oleh buronan yang telah merugikan negara. Penegakan hukum harus ditegakkan secara tegas dan adil," tegas Mafirion.
Lebih lanjut, Mafirion menekankan pentingnya koordinasi erat antara pemerintah Indonesia dan otoritas Singapura. Ia mendorong pemanfaatan maksimal perjanjian ekstradisi antara kedua negara sebagai wujud komitmen bersama dalam memberantas kejahatan lintas negara. Selain itu, ia juga menyerukan Kementerian Hukum dan HAM untuk berkoordinasi dengan berbagai lembaga terkait, termasuk Direktorat Jenderal Imigrasi dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, untuk memastikan paspor Tannos dibekukan dan seluruh akses keimigrasian dicabut guna mencegah potensi pelarian.
Anggota DPR RI lainnya, Andreas, turut menyoroti celah dalam perjanjian ekstradisi yang memungkinkan Tannos mengajukan penangguhan penahanan. Ia mengkhawatirkan kemungkinan Tannos melarikan diri ke negara lain jika permohonan penangguhannya dikabulkan oleh pengadilan Singapura.
"Seandainya pengadilan Singapura nanti akan mengadili dan mengabulkan penundaan penahanan, maka Paulus Tannos akan bebas, juga bisa bebas kabur lagi ke negara lain," ujar Andreas.
Kasus Paulus Tannos menjadi sorotan tajam, tidak hanya bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi juga bagi seluruh sistem penegakan hukum di Indonesia. Keberhasilan membawa pulang Tannos akan menjadi bukti nyata keseriusan Indonesia dalam memerangi korupsi tanpa kompromi, sekaligus menjaga wibawa dan kehormatan bangsa di mata internasional.
Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi perhatian dalam kasus ini:
- Penolakan Ekstradisi: Paulus Tannos menolak untuk diekstradisi ke Indonesia.
- Penangguhan Penahanan: Tannos mengajukan penangguhan penahanan di Singapura.
- Reaksi DPR: DPR RI mengecam tindakan Tannos dan mendesak pemerintah untuk bertindak tegas.
- Kedaulatan Hukum: Kasus ini dianggap sebagai tantangan terhadap kedaulatan hukum Indonesia.
- Perjanjian Ekstradisi: Terdapat sorotan terhadap efektivitas perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
Kasus ini masih terus bergulir dan menjadi ujian bagi komitmen Indonesia dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi.