Ketamine: Anestesi Medis hingga 'Club Drug', Dampak Penggunaan dan Pernyataan Elon Musk
Ketamine: Anestesi Medis hingga 'Club Drug', Dampak Penggunaan dan Pernyataan Elon Musk
Penggunaan ketamine, sebuah obat disosiatif, belakangan ini menjadi sorotan publik setelah miliarder Elon Musk secara terbuka menyatakan penggunaan obat tersebut untuk mengatasi gejala depresi. Pernyataan Musk ini memicu diskusi luas mengenai dampak ketamine, baik dalam konteks medis maupun penyalahgunaan rekreasi. Meskipun ketamine diakui secara medis sebagai anestesi yang efektif, potensinya sebagai zat penyalahgunaan menimbulkan kekhawatiran serius terkait efek samping dan bahaya jangka panjang.
Ketamine, sejak tahun 1970-an, telah digunakan sebagai anestesi dalam prosedur medis pada manusia dan hewan. Namun, sejak tahun 1999, penggunaan ketamine di luar konteks medis telah dikategorikan ilegal, terdaftar sebagai zat terlarang Schedule III. Ironisnya, di tengah status legalnya yang terbatas, ketamine telah mendapatkan popularitas sebagai 'club drug', terutama di kalangan remaja dan dewasa muda yang menghadiri pesta atau rave. Sebuah survei nasional terhadap pemuda Amerika pada tahun 2023 menunjukkan angka yang mengkhawatirkan: hampir 1% siswa sekolah menengah atas dilaporkan telah menggunakan ketamine dalam setahun terakhir. Hal ini menandakan perlu adanya peningkatan pengawasan dan edukasi publik mengenai bahaya penyalahgunaan ketamine.
Musk sendiri mengklaim menggunakan ketamine sekitar dua minggu sekali atas resep dokter untuk mengatasi depresi. Namun, ia membantah menyalahgunakan obat tersebut, dengan alasan bahwa penyalahgunaan akan menghambat produktivitasnya. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan tentang batas penggunaan yang aman dan potensi ketergantungan pada ketamine, bahkan dengan resep dokter. Penggunaan ketamine, baik yang diresepkan maupun yang direkreasi, membutuhkan pengawasan yang ketat dan pemahaman yang komprehensif tentang potensi risikonya.
Efek jangka pendek penggunaan ketamine dapat bervariasi tergantung dosis, namun umumnya meliputi:
- Disorientasi, kebingungan, atau hilangnya koordinasi motorik
- Pusing, mual, atau muntah
- Peningkatan tekanan darah, detak jantung, pernapasan, atau suhu tubuh
- Perubahan persepsi sensorik, termasuk halusinasi visual atau pendengaran
- Merasa terpisah dari diri sendiri, lingkungan sekitar, atau lingkungan
Bahaya penggunaan bersamaan dengan zat lain, seperti alkohol, MDMA, amfetamin, atau kokain, juga perlu diperhatikan. Kombinasi ini dapat menyebabkan depresi pernapasan yang parah dan bahkan kematian. Efek jangka panjang penyalahgunaan ketamine, meskipun belum diteliti secara menyeluruh, menunjukkan potensi risiko neurologis dan ketergantungan fisik. Gejala putus zat dapat mencakup depresi, kantuk berlebihan, dan keinginan kuat untuk mengonsumsi obat.
Studi terbaru menunjukkan bahwa penggunaan ketamine dalam jumlah besar dan jangka panjang dikaitkan dengan perubahan struktur dan fungsi otak. Temuan ini semakin menggarisbawahi perlunya penelitian lebih lanjut untuk memahami sepenuhnya dampak jangka panjang penggunaan ketamine, baik dalam konteks medis maupun rekreasi. Lebih jauh, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat, untuk meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya penyalahgunaan ketamine dan mendukung individu yang berjuang melawan ketergantungan obat ini. Pernyataan Elon Musk, meskipun kontroversial, menyoroti pentingnya membahas isu ini secara terbuka dan bertanggung jawab.