Penangkapan Tim Medis dalam Aksi May Day di Jakarta: Versi Polisi dan Kesaksian Korban

Jakarta, Indonesia – Penangkapan sejumlah individu, termasuk seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang bertugas sebagai tim medis, dalam aksi unjuk rasa memperingati Hari Buruh pada 1 Mei 2025 lalu, memicu kontroversi dan pertanyaan tentang prosedur penegakan hukum dalam aksi demonstrasi. Cho Yong Gi, mahasiswa jurusan Filsafat UI, menjadi salah satu dari 14 orang yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kericuhan di depan Gedung DPR/MPR RI.

Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) mengklaim bahwa ke-14 orang tersebut merupakan bagian dari kelompok anarko yang menyusup ke dalam aksi unjuk rasa dan memicu kericuhan. Namun, sebulan setelah penangkapannya, Cho Yong Gi memberikan keterangan yang berbeda, mengungkapkan kronologi versinya tentang peristiwa yang terjadi.

Menurut Cho Yong Gi, yang saat itu bertugas sebagai tim medis, penangkapannya bermula ketika ia hendak memberikan pertolongan kepada peserta aksi yang terluka. Ia mengaku mendengar seruan meminta bantuan medis untuk seseorang yang mengalami luka di kepala di dekat kawasan Senayan Park. Bersama tim medis lainnya, ia berusaha mendekati korban untuk memberikan pertolongan.

Namun, di lokasi yang sama, ia justru mendapati sekelompok orang yang bersikap intimidatif. Ia mengaku didorong hingga terjatuh dan mengalami tindakan kekerasan setelah dituduh sebagai provokator yang melemparkan sesuatu ke arah massa. Ia juga mengaku sempat dipukul sebelum akhirnya diamankan oleh seorang temannya. Setelah kejadian tersebut, ia dibawa ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.

Kontras dengan pengakuan Cho Yong Gi, Polda Metro Jaya melalui Kabid Humas Kombes Ade Ary Syam Indradi menyatakan bahwa penangkapan tim medis dan paralegal dilakukan karena mereka tidak mengindahkan perintah petugas untuk membubarkan diri. Ade Ary menjelaskan bahwa tindakan tersebut melanggar Pasal 216 dan 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Taufik Basari, seorang dosen tidak tetap UI, menegaskan bahwa Cho Yong Gi bertugas sebagai tim medis dan mengenakan atribut yang jelas menunjukkan identitasnya. Ia mengenakan helm dengan lambang Palang Merah (Red Cross), membawa bendera tim medis, dan membawa perlengkapan medis di dalam tasnya. Namun, meski demikian, Cho Yong Gi tetap ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.

Taufik menjelaskan bahwa Cho Yong Gi dan 13 tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 216 dan 218 KUHP, yang mengatur tentang penolakan untuk membubarkan diri atas perintah aparat yang berwenang. Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang proporsionalitas tindakan kepolisian dalam menghadapi aksi unjuk rasa dan perlindungan terhadap tim medis yang menjalankan tugas kemanusiaan.