Mahasiswa UI Jadi Tersangka Usai Diduga Dianiaya Saat Aksi May Day
Seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) bernama Cho Yong Gi, yang bertugas sebagai tim medis dalam aksi peringatan Hari Buruh pada 1 Mei 2025, kini ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan ini terjadi setelah ia diduga mengalami kekerasan saat hendak memberikan pertolongan kepada peserta aksi yang terluka di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Jakarta.
Menurut pengakuan Cho Yong Gi, insiden bermula ketika ia dan tim medis lainnya berupaya kembali usai memberikan bantuan. Saat melintas di dekat Senayan Park, mereka mendengar permintaan tolong dari seseorang yang mengalami luka di kepala. Cho Yong Gi kemudian melihat beberapa orang berjongkok di bawah flyover dengan luka robek dan berdarah. Ia pun menawarkan bantuan medis.
Namun, di lokasi yang sama, Cho Yong Gi justru mendapat intimidasi dari sekelompok orang. Ia didorong hingga terjatuh dan dituduh sebagai provokator yang melempar barang saat aksi. Setelahnya, ia mengaku dibanting dan mengalami serangkaian tindakan kekerasan, termasuk dipiting leher dan diinjak.
"Ada suara yang provokasi, 'Ini yang tadi lempar-lempar'. Terus otomatis mereka langsung tangkap, ditarik, dibanting ke bawah, dipiting lehernya dua orang, bagian leher itu diinjak," ungkap Cho Yong Gi.
Seorang rekan Cho Yong Gi kemudian berusaha menghentikan pemukulan tersebut. Setelahnya, Cho Yong Gi dibawa ke Polda Metro Jaya dan ditetapkan sebagai tersangka. Dosen UI, Taufik Basari, membenarkan bahwa Cho Yong Gi menggunakan atribut medis lengkap saat bertugas, termasuk helm dengan lambang red cross dan bendera tim medis. Meskipun demikian, ia tetap ditangkap dan dijadikan tersangka.
Menurut Taufik, Cho Yong Gi dan 13 tersangka lainnya disangkakan Pasal 216 dan 218 KUHP terkait ketidakpatuhan terhadap perintah pembubaran diri dari aparat berwenang. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, membenarkan bahwa beberapa orang yang ditangkap bukanlah pengunjuk rasa, melainkan tim medis dan paralegal. Ia menjelaskan bahwa penangkapan dilakukan karena mereka diduga tidak mengindahkan perintah petugas saat aksi.
Tim Advokasi untuk Indonesia (TAUD) menyayangkan penetapan tersangka terhadap para peserta aksi dan menilai kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi. Mereka telah mengajukan permohonan penghentian penyidikan (SP3) dan menilai bahwa kasus ini menunjukkan terbatasnya ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat.