Jakarta Siapkan Pilot Project Sekolah Swasta Gratis Pasca Putusan MK
Gubernur Jakarta, Pramono Anung, mengambil langkah progresif untuk mempercepat realisasi program sekolah gratis di seluruh wilayah ibu kota. Keputusan ini diambil sebagai respons langsung terhadap putusan penting dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang menekankan kewajiban pemerintah untuk menjamin pendidikan dasar yang bebas biaya, tanpa memandang status sekolah, baik negeri maupun swasta.
"Dengan adanya putusan ini, kami akan mempercepat persiapan untuk mewujudkan sekolah swasta gratis," ujar Pramono usai melakukan kunjungan kerja di SMK Miftahul Falah, Jakarta Selatan, pada Selasa (3/6/2025). Selama ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta telah berhasil menjalankan program sekolah gratis di seluruh sekolah negeri. Namun, dengan adanya putusan MK, Pramono menegaskan komitmennya untuk memperluas cakupan program ini hingga mencakup sekolah-sekolah swasta.
Saat ini, Pemprov Jakarta sedang dalam tahap persiapan untuk meluncurkan pilot project sekolah swasta gratis yang akan mencakup jenjang pendidikan dasar, mulai dari SD, SMP, hingga SMK. "Untuk sekolah negeri, program ini sudah berjalan dengan baik. Saat ini, kami sedang mempersiapkan beberapa SMK, SD, dan SMP swasta sebagai pilot project untuk program gratis ini," jelasnya.
Pramono menyatakan bahwa wacana sekolah gratis, termasuk untuk sekolah swasta, bukanlah ide baru baginya. Ia mengklaim telah mencanangkan ide ini sejak masa kampanyenya sebagai calon gubernur pada Pilkada Jakarta 2024. Pramono meyakini bahwa Jakarta memiliki kapasitas anggaran dan infrastruktur yang memadai untuk mewujudkan pemerataan akses pendidikan dasar yang bebas biaya bagi seluruh warganya. "Hal ini sesuai dengan apa yang saya sampaikan sebelum maju sebagai calon gubernur. Saya yakin Jakarta mampu mengatasi persoalan ini dengan baik," tegasnya.
Putusan MK yang menjadi landasan percepatan program ini mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya terkait frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya". MK memerintahkan negara untuk menggratiskan pendidikan jenjang SD-SMP, baik di sekolah negeri maupun swasta.
MK menyatakan bahwa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa pemerintah pusat dan daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
Putusan ini sejalan dengan standar hak asasi manusia (HAM) yang diakui secara internasional. Dalam dokumen putusan nomor 3/PUU-XXII/2024, MK menuliskan bahwa hak atas pendidikan mencerminkan prinsip universalitas dan non-diskriminasi dalam pemenuhan hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam berbagai konvensi internasional, termasuk Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK berpendapat bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas selama ini hanya berlaku untuk sekolah negeri. Hal ini dinilai menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah swasta karena keterbatasan kuota di sekolah negeri.
"Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa," ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan hukum.
MK menekankan bahwa negara memiliki kewajiban untuk memastikan tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar. Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" dinilai dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik antara sekolah negeri dan swasta. "Dalam hal ini, norma Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus dimaknai sebagai pendidikan dasar baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta)," pungkas Enny.