Residivis Curanmor Tanjung Priok Kembali Beraksi, Alasan Ekonomi Jadi Tameng
Aparat kepolisian kembali meringkus seorang residivis kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pelaku berinisial G (44) ditangkap atas dugaan tindak pidana curanmor yang dilakukannya di Dermaga Gang Kepiting, Pelabuhan Muara Baru. Penangkapan ini menjadi ironi, mengingat G pernah mendekam di balik jeruji besi atas kasus serupa pada tahun 2022.
Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok, AKBP Martuasah H Tobing, mengungkapkan bahwa penangkapan G bermula dari laporan kehilangan sepeda motor di sekitar Dermaga Gang Kepiting. Korban yang hendak memancing, mendapati kendaraannya raib saat hendak pulang. Berdasarkan laporan tersebut, Polsek Muara Baru bersama Polres Pelabuhan Tanjung Priok melakukan serangkaian penyelidikan intensif. Mereka memeriksa rekaman CCTV dan melakukan penelusuran di sekitar lokasi kejadian.
Hasil penyelidikan mengarah kepada G sebagai pelaku utama. Dalam pemeriksaan, G mengakui telah mencuri satu unit sepeda motor Yamaha Mio berwarna hijau dengan nomor polisi B 3689 PXC. Tak berhenti di situ, pengembangan kasus mengungkap fakta yang lebih mencengangkan. G ternyata terlibat dalam serangkaian aksi curanmor lainnya. Polisi berhasil mengamankan empat unit sepeda motor hasil curian, meliputi:
- Honda Beat
- Dua unit Yamaha Mio Soul GT
- Yamaha Jupiter Jet
Saat penangkapan, petugas menyita sejumlah barang bukti, termasuk satu unit sepeda motor Yamaha berwarna hijau, dua buah kunci palsu berwarna hitam, dan satu celana panjang berwarna hitam. Modus operandi yang digunakan G tergolong klasik, yaitu menggunakan kunci letter T untuk menjebol kunci motor yang terparkir di Dermaga Gang Kepiting.
G mengaku nekat melakukan aksi pencurian tersebut karena terdesak kebutuhan ekonomi. Ia beralasan uang hasil penjualan motor curian sebesar Rp 500.000 digunakan untuk biaya sekolah anaknya. Pengakuan ini tentu saja tidak bisa dibenarkan, mengingat tindakannya telah merugikan banyak orang.
Atas perbuatannya, G kembali harus berurusan dengan hukum. Ia dijerat dengan Pasal 363 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, yang ancaman hukumannya maksimal tujuh tahun penjara. Kasus ini menjadi bukti bahwa residivisme masih menjadi masalah serius dalam penegakan hukum di Indonesia.