Purnawirawan TNI Desak DPR Proses Pemakzulan Gibran, Soroti Legalitas Pencalonan dan Kapasitas Wapres

Gelombang perdebatan politik kembali mencuat dengan desakan dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera menindaklanjuti usulan pemakzulan terhadap Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka. Surat resmi yang ditujukan kepada pimpinan DPR, MPR, dan DPD RI ini, ditandatangani oleh sejumlah tokoh purnawirawan jenderal TNI, termasuk Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, surat tersebut menjadi sorotan publik.

Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, mengkonfirmasi penerimaan surat tersebut dan menyatakan bahwa surat tersebut telah diteruskan kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti. Isi surat tersebut menggarisbawahi sejumlah poin krusial yang menjadi dasar usulan pemakzulan. Purnawirawan TNI berpendapat bahwa terdapat dasar konstitusional yang kuat untuk pemakzulan, merujuk pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945, TAP MPR Nomor XI Tahun 1998, serta UU tentang Mahkamah Konstitusi dan Kekuasaan Kehakiman.

Salah satu poin utama yang disoroti adalah legalitas pencalonan Gibran sebagai Wakil Presiden. Forum Purnawirawan Prajurit TNI menilai bahwa Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap cacat hukum. Putusan tersebut dinilai melanggar prinsip imparsialitas karena diputus oleh Ketua MK saat itu, Anwar Usman, yang memiliki hubungan keluarga dengan Gibran.

Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga mengutip putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan Anwar Usman melanggar kode etik hakim dan memberhentikannya dari jabatannya. Mereka menekankan bahwa putusan MK tersebut belum diperiksa ulang dengan majelis hakim yang berbeda, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Selain masalah hukum, surat tersebut juga menyoroti kapasitas dan etika Gibran sebagai Wakil Presiden. Purnawirawan TNI berpendapat bahwa pengalaman Gibran yang minim, hanya dua tahun menjabat sebagai Wali Kota Solo, serta latar belakang pendidikan yang diragukan, membuatnya tidak pantas menduduki jabatan tersebut.

Lebih lanjut, surat tersebut menyinggung kontroversi akun media sosial "fufufafa" yang diduga terkait dengan Gibran. Akun tersebut menjadi sorotan karena unggahan-unggahannya yang dianggap menghina tokoh publik dan mengandung unsur seksual serta rasisme. Hal ini dinilai mencerminkan moral dan etika yang tidak pantas bagi seorang Wakil Presiden.

Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga mengangkat kembali dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang diduga melibatkan Gibran dan adiknya, Kaesang Pangarep. Kasus ini sebelumnya telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berikut poin-poin yang menjadi sorotan Forum Purnawirawan Prajurit TNI dalam suratnya:

  • Legalitas Pencalonan: Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dianggap cacat hukum dan melanggar prinsip imparsialitas.
  • Kapasitas dan Pengalaman: Pengalaman Gibran yang minim dinilai tidak memadai untuk menjabat sebagai Wakil Presiden.
  • Etika: Kontroversi akun media sosial "fufufafa" dan dugaan praktik KKN menjadi sorotan terkait etika Gibran sebagai pejabat publik.
  • Dasar Konstitusional: Merujuk pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945, TAP MPR Nomor XI Tahun 1998, serta UU tentang MK dan Kekuasaan Kehakiman.

Dengan dasar-dasar tersebut, Forum Purnawirawan Prajurit TNI mendesak DPR untuk segera memproses usulan pemakzulan Gibran sesuai dengan ketentuan hukum dan konstitusi yang berlaku. Surat ini menjadi representasi dari tanggung jawab warga negara dalam menjaga integritas konstitusi dan moralitas publik.