Indonesia Menimbang Opsi Kapal Selam Sementara di Tengah Penantian Scorpene

Indonesia Menimbang Opsi Kapal Selam Sementara di Tengah Penantian Scorpene

Wacana pengadaan kapal selam interim atau sementara kembali mencuat di Indonesia seiring dengan progres pembangunan kapal selam Scorpene yang dipesan dari Prancis. Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali sebelumnya sempat menyinggung perihal durasi pembangunan kapal Scorpene yang memakan waktu cukup lama.

Kontrak pengadaan dua unit kapal selam Scorpene sendiri telah diteken antara Kementerian Pertahanan RI, Naval Group (Prancis), dan PT PAL Indonesia pada tanggal 28 Maret 2024. Sesuai dengan siaran pers PT PAL, kedua kapal selam tersebut akan dibangun di galangan kapal PT PAL melalui skema transfer teknologi. Kemitraan antara Naval Group dan PT PAL telah terjalin melalui perjanjian strategis yang ditandatangani pada Februari 2022. Pengadaan Scorpene ini juga merupakan bagian dari perjanjian kerja sama pertahanan antara pemerintah Indonesia dan Prancis yang disepakati pada Agustus 2021.

Kebutuhan akan kapal selam interim muncul sebagai solusi untuk mengisi kekosongan kemampuan, mengingat proses pembangunan Scorpene membutuhkan waktu bertahun-tahun. Meskipun demikian, KSAL menegaskan bahwa pemerintah belum membuat keputusan terkait negara asal kapal selam interim tersebut. Pihaknya masih melakukan studi dan evaluasi terhadap berbagai produsen kapal selam dari berbagai negara untuk menentukan opsi yang paling sesuai.

Urgensi Kapal Selam Interim

Analis militer dan pertahanan dari Semar Sentinel, Alman Helvas Ali, berpendapat bahwa kebutuhan kapal selam interim mencerminkan urgensi TNI AL untuk memiliki aset yang siap operasional. Hal ini disebabkan oleh masalah operasional yang dialami oleh tiga kapal selam kelas DSME 209/1400 yang dibeli dari Korea Selatan, yaitu KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405. Masalah teknis tersebut menyebabkan tingkat kesiapan operasional ketiga kapal selam tersebut menjadi tidak dapat diandalkan.

Selain itu, proses akuisisi dua kapal selam Scorpene Evolved dari Naval Group juga membutuhkan waktu yang signifikan hingga kapal-kapal tersebut diserahkan kepada Kementerian Pertahanan RI. Dengan kondisi kesiapan tiga kapal selam kelas DSME 209/1400 yang bermasalah dan rendahnya kesiapan KRI Cakra (kelas HDW 209/1300), kebutuhan akan kapal selam interim menjadi semakin mendesak untuk mengisi celah kemampuan yang ada sambil menunggu kedatangan Scorpene.

Alman menekankan pentingnya memasukkan pembelian kapal selam interim ke dalam Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) 2025-2029. Hal ini dikarenakan pengadaan kapal selam interim kemungkinan besar akan bergantung pada skema pinjaman luar negeri, mengingat keterbatasan anggaran Kementerian Pertahanan.

Lebih lanjut, Alman juga menyoroti pentingnya mencermati mekanisme kontrak pengadaan kapal selam interim. Ia mempertanyakan apakah penjualan akan dilakukan melalui skema Government-to-Government (G-to-G) atau Business-to-Government (B-to-G), dan jika menggunakan skema B-to-G, apa alasan di baliknya? Ia juga menekankan perlunya memastikan kredibilitas dan rekam jejak pihak swasta yang terlibat dalam kontrak tersebut.