Konflik Pasangan: Dampak Negatif Menjelekkan Pasangan di Depan Anak
Konflik Pasangan: Dampak Negatif Menjelekkan Pasangan di Depan Anak
Keharmonisan rumah tangga idealnya menjadi fondasi tumbuh kembang anak yang sehat secara emosional. Namun, realitanya, banyak pasangan yang mengalami konflik, bahkan sampai pada tahap saling menjelekkan di depan anak. Praktik ini, baik dilakukan secara sadar maupun tidak, berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap perkembangan psikologis anak.
Menurut Gloria Siagian M.Psi., psikolog anak di Mykidz Clinic BSD, menjelekkan salah satu orangtua di depan anak dapat merusak kepercayaan anak terhadap orangtua yang di-jelekkan. Anak-anak, terutama di usia muda, cenderung melihat dunia secara hitam putih. Apa yang mereka dengar dari orang dewasa, terutama orangtua, mereka terima sebagai kebenaran mutlak. Ketika salah satu orangtua secara konsisten menjelek-jelekkan pasangannya, anak akan terpengaruh dan mempertanyakan kebenaran dari persepsi yang disampaikan.
Sebagai ilustrasi, bayangkan seorang ayah yang selalu menjelek-jelekkan ibunya di depan anak. Anak akan mulai mempertanyakan karakter ibunya, menganggap ibunya sesuai dengan gambaran negatif yang dibangun ayahnya. Proses ini bukan hanya merusak ikatan antara anak dan ibu, tetapi juga menimbulkan kebingungan dan ketidakpercayaan pada anak. Hal ini berlaku sebaliknya, jika seorang ibu yang secara terus-menerus menjelek-jelekkan sang ayah di depan anak.
"Mereka hanya melihat satu sisi," jelas Gloria. "Apalagi kalau ditambah sama omongan (menjelekkan), anak akan semakin sulit untuk membentuk pandangan objektif tentang kedua orangtuanya." Pernyataan ini menekankan betapa pentingnya menjaga komunikasi yang sehat dan menghindari konflik terbuka di depan anak.
Dampaknya bisa lebih jauh lagi. Anak mungkin mempersepsikan perilaku orangtua yang dijelekkan sebagai 'jahat' karena didasarkan pada pernyataan orangtua lainnya. Contohnya, jika seorang ayah sering memukul anak karena kenakalannya, ibu bisa menggunakan insiden tersebut untuk menjelekkan sang ayah dan menanamkan rasa takut pada anak. Hal ini akan berdampak negatif pada hubungan anak dengan kedua orangtuanya, menciptakan jarak emosional dan ketidakpercayaan.
Meskipun dampak negatif ini terasa signifikan pada usia muda, dampaknya bisa berlanjut hingga anak dewasa. Ketika anak telah cukup dewasa untuk melihat situasi dengan lebih jernih, mereka mungkin akan menyadari kebohongan atau manipulasi yang dilakukan oleh salah satu orangtua. Pada tahap ini, anak bukan hanya akan kehilangan kepercayaan pada orangtua yang menjelek-jelekkan pasangannya, tetapi juga mungkin akan merasa marah dan kecewa karena telah dimanipulasi.
Kesimpulannya, menjelekkan pasangan di depan anak merupakan tindakan yang kontraproduktif dan berpotensi menimbulkan trauma psikologis jangka panjang. Keharmonisan keluarga yang sehat memerlukan komunikasi yang terbuka, jujur, dan penuh rasa saling menghargai, di mana anak-anak merasa aman dan terlindungi dari konflik orangtua.
Saran:
- Orangtua perlu belajar mengelola konflik dengan cara yang sehat dan konstruktif, tanpa melibatkan anak.
- Carilah bantuan profesional seperti konseling pernikahan jika konflik semakin tidak terkendali.
- Prioritaskan kepentingan terbaik anak dalam setiap pengambilan keputusan.
- Ajarkan anak untuk berpikir kritis dan tidak mudah percaya pada informasi yang belum terverifikasi.
- Bangun ikatan yang kuat dan sehat dengan setiap anak, sehingga mereka merasa aman dan dicintai.