Sate Lalat Pamekasan: Legenda Kuliner Madura yang Melegenda Sejak 1927

Di jantung kota Pamekasan, Madura, tersembunyi sebuah warisan kuliner yang telah memikat lidah para pecinta makanan selama hampir satu abad: Sate Lalat. Warung sate Pak Busri, yang terletak di Jalan Niaga, menjadi saksi bisu perjalanan panjang cita rasa unik ini.

Asap mengepul dari pembakaran sate menjadi penanda bahwa warung sate lalat Pak Busri telah buka. Busri, seorang pria berusia 72 tahun dari Desa Sentol, Pademawu, Pamekasan, adalah generasi ketiga yang mewarisi resep dan tradisi sate lalat. Ia meneruskan usaha kuliner ini dari ayahnya, Abdurrazak, yang juga menerima warisan dari kakeknya, Pak Toniman. Konon, Pak Toniman lah yang pertama kali menciptakan sate lalat pada tahun 1927, bertepatan dengan pembangunan menara air di Pamekasan. Meskipun usianya sudah senja, tangan Pak Busri dengan cekatan mengipasi sate, memastikan setiap tusuk daging matang sempurna dengan bumbu yang meresap.

Dengan bangga mengenakan kaos sakera berwarna merah putih, Busri ingin menegaskan bahwa sate lalatnya adalah produk asli Pamekasan, Madura. Sambil memanggang sate di atas bara api, ia bercerita tentang sejarah panjang kuliner ini. "Sate ini sudah ada sejak zaman Belanda. Saya meneruskan resep dari orang tua yang merupakan keturunan dari kakek buyut saya," ujarnya.

Sate lalat berbeda dengan sate Madura pada umumnya. Ukurannya yang kecil, seukuran lalat, ditusuk dengan lidi, bukan bambu seperti sate pada umumnya. Dagingnya diiris tipis-tipis, sehingga cepat matang dan mudah disantap. Rasa daging yang empuk berpadu dengan bumbu kacang khas yang kaya rempah menciptakan sensasi rasa yang tak terlupakan. Sate lalat bisa dinikmati dengan lontong atau nasi, sesuai selera pelanggan.

"Bumbunya berbeda dengan sate lainnya. Kalau dagingnya sama saja seperti yang lain," jelas Busri. Ia menambahkan bahwa sate lalat hanya bisa ditemukan di Pamekasan, karena memang berasal dari daerah ini. "Dulu memang aneh mendengar sate lalat. Dikira dari lalat, tapi sebenarnya tidak. Hanya namanya saja, dan ini adalah sate asli Madura," ujarnya sambil tertawa.

Busri telah berjualan sate lalat selama puluhan tahun, meneruskan tradisi keluarga sejak ia masih muda. Ia telah berpindah-pindah tempat di sekitar kota Pamekasan. Menurut cerita yang ia dengar, dulu sate lalat dibuat oleh sejumlah pria pengangguran yang berkumpul. Saat melihat lalat, mereka mendapat ide untuk membuat sate berukuran kecil dan menamakannya sate lalat.

Ciri khas lain dari sate lalat adalah cara memotong dagingnya. Setiap potong daging harus berukuran sama kecil, membutuhkan keterampilan khusus agar hasilnya rapi. Sate lalat Pak Busri selalu menjadi buruan para pecinta kuliner, baik dari Pamekasan maupun dari luar kota. Terutama saat libur Lebaran, warungnya dipenuhi oleh para pemudik yang ingin mencicipi kelezatan sate lalat legendaris ini. Bagi mereka, sate lalat Pak Busri adalah hidangan istimewa yang selalu dirindukan.

Sate lalat bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga bagian dari identitas dan sejarah Pamekasan. Ia adalah simbol kerja keras, kreativitas, dan kebanggaan masyarakat Madura.