Kemegahan Pasar Baru Jakarta Merana Ditelan Sepi: Harapan Pedagang di Tengah Senjakala Ekonomi
Jakarta, kota metropolitan yang tak pernah tidur, menyimpan cerita pilu di balik gemerlapnya. Pasar Baru, kawasan bersejarah yang dulunya menjadi denyut nadi perdagangan ibu kota, kini terperosok dalam kelamnya kemerosotan ekonomi. Ratusan toko tutup, jalanan lengang, dan harapan para pedagang seolah pupus ditelan waktu.
Seorang petugas keamanan bernama Sandra, yang telah mengabdikan dirinya di kawasan ini selama bertahun-tahun, menjadi saksi bisu perubahan drastis yang terjadi. Menurut penuturannya, kemerosotan ini bermula sejak pandemi Covid-19 melanda. Banyak pemilik toko yang mencoba bertahan, namun akhirnya menyerah karena sepinya pembeli. “Dulu ramai sekali, sekarang seperti kota mati,” ungkap Sandra dengan nada prihatin.
Kondisi memprihatinkan ini terlihat jelas dari banyaknya ruko yang dipasangi spanduk bertuliskan “Disewakan” atau bahkan “Dijual”. Cat dinding yang mengelupas, pintu berkarat, dan debu tebal yang menutupi jendela menjadi bukti bisu betapa kawasan ini telah lama ditinggalkan. Bahkan, pusat perbelanjaan legendaris seperti Ramayana hanya buka sebulan dalam setahun saat bulan Ramadhan.
Baharu, seorang pedagang uang kuno yang telah berjualan sejak tahun 1985, merasakan langsung dampak dari kemerosotan ini. Omzetnya menurun drastis, bahkan terkadang tidak ada pembeli selama berhari-hari. “Dulu setiap hari pasti ada saja yang beli, sekarang bisa empat hari tidak ada yang laku,” keluhnya.
Meski demikian, Baharu tetap memilih untuk bertahan. Baginya, uang kuno bukan hanya sekadar barang dagangan, tetapi juga bagian dari sejarah dan budaya bangsa. Ia berharap, dengan terus berjualan, ia dapat melestarikan warisan berharga ini. “Saya suka sejarah, uang kuno ini buat saya bukan cuma dagangan, tapi juga pelestarian budaya,” ujarnya dengan semangat.
Rudi, seorang pemilik toko sepatu kulit, juga merasakan hal yang sama. Ia mengaku hanya bisa pasrah menghadapi kondisi sepinya kawasan. Menurutnya, hanya pedagang lama yang memiliki pelanggan tetap yang mampu bertahan di tengah situasi sulit ini. “Yang bertahan di sini cuma yang sudah lama, sudah punya pelanggan tetap,” katanya.
Di tengah kemerosotan ekonomi ini, masih ada secercah harapan. Beberapa kegiatan budaya, seperti lomba dayung, tetap diadakan di kawasan ini. Kegiatan ini diharapkan dapat menarik perhatian masyarakat dan menghidupkan kembali Pasar Baru.
Pasar Baru bukan hanya sekadar tempat berdagang, tetapi juga memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi. Kawasan ini menjadi rumah bagi berbagai komunitas suku, mulai dari India, Tionghoa, Jawa, hingga Padang. Keberagaman ini menjadi daya tarik tersendiri bagi Pasar Baru.
Para pedagang kaki lima maupun pemilik toko berharap ada langkah nyata dari pemerintah untuk menghidupkan kembali kawasan legendaris ini. Mereka berharap Pasar Baru dapat kembali ramai seperti dulu dan menjadi ikon serta pusat sejarah Jakarta.
Namun, harapan itu kini terbentur pada kenyataan pahit. Pasar Baru seolah mati suri, menunggu sentuhan tangan yang mampu membangkitkannya dari tidur panjang. Akankah kawasan ini mampu kembali berjaya seperti dulu, ataukah hanya akan menjadi kenangan indah yang tersimpan dalam lipatan sejarah?