Anomali Pasar Kerja: Tingkat Pengangguran Turun, Sektor Informal Justru Mendominasi
Gelombang demonstrasi pengemudi ojek online pada Mei 2025 lalu menyoroti permasalahan mendasar dalam pasar tenaga kerja Indonesia. Tuntutan mereka terkait potongan komisi, regulasi yang adil, dan status kerja yang jelas menggarisbawahi kerentanan pekerja di sektor informal.
Di tengah isu tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data yang menunjukkan penurunan tingkat pengangguran. Meskipun sempat melonjak di awal pandemi, angka pengangguran terbuka (TPT) terus menunjukkan tren positif. Pada Februari 2025, TPT tercatat 4,76 persen, lebih rendah dari sebelum pandemi (4,94 persen). Namun, penurunan ini menyimpan ironi. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa penurunan TPT sebagian besar disebabkan oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor informal.
Dominasi Sektor Informal dan Upah Rendah
Data BPS memperlihatkan dominasi sektor informal dalam struktur ketenagakerjaan nasional. Sektor pertanian, perdagangan, dan konstruksi menjadi penyerap tenaga kerja terbesar, namun sektor-sektor ini dikenal padat karya dengan tingkat upah dan produktivitas yang relatif rendah.
Di sektor pertanian, yang menyerap hampir 30 persen tenaga kerja, rata-rata upah bulanan masih di bawah Rp 2 juta. Pertumbuhan upah riil di sektor ini juga relatif stagnan dalam beberapa tahun terakhir.
Penurunan Kualitas Pekerjaan dan Gelombang PHK
Selain itu, terjadi penurunan kualitas pekerjaan. Jumlah pekerja penuh, yang bekerja minimal 35 jam per minggu, menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun seseorang terhitung bekerja, kualitas pekerjaan yang dimiliki tidak optimal.
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) juga terus terjadi di berbagai sektor, dari industri tekstil hingga teknologi informasi. Sektor manufaktur, yang dulunya menjadi andalan, kini menghadapi tantangan besar.
Masalah Struktural dan Pemulihan Ekonomi yang Tidak Merata
Peningkatan serapan tenaga kerja di sektor informal mencerminkan masalah struktural yang belum terselesaikan. Pemulihan ekonomi Indonesia belum cukup kuat untuk mendorong penciptaan lapangan kerja formal yang layak secara merata.
Studi Bank Indonesia (2025) menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen Produk Domestik Bruto (PDB) saat ini menyerap lebih sedikit tenaga kerja formal dibandingkan sebelum pandemi. Ini menandakan bahwa perekonomian Indonesia semakin padat modal.
Penurunan Ekspektasi Penghasilan dan Fragmentasi Kebijakan
Penurunan ekspektasi penghasilan di kalangan kelas bawah dan menengah juga menjadi faktor penting. Masyarakat semakin pesimis terhadap masa depan pendapatan, yang memicu penurunan konsumsi dan investasi pendidikan.
Fragmentasi kebijakan dan ketimpangan struktur ekonomi daerah juga memperparah situasi. Gelombang PHK di sektor industri di Jawa menunjukkan lemahnya diversifikasi ekonomi lokal. Sementara itu, daerah di luar Jawa masih bergantung pada sektor primer berupah rendah.
Perlindungan Sosial yang Belum Memadai
Kepesertaan pekerja dalam sistem perlindungan sosial juga masih rendah. Data BPJS (2025) menunjukkan bahwa hanya sekitar 36 persen pekerja yang memenuhi syarat yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Perlunya Pendekatan Struktural dan Kualitas Pekerjaan
Permasalahan pengangguran tidak bisa hanya diselesaikan melalui penciptaan lapangan kerja secara kuantitatif. Dibutuhkan pendekatan yang lebih mendasar untuk membenahi struktur ekonomi agar mampu menyediakan pekerjaan yang layak, produktif, dan terlindungi.
Peta Jalan Ketenagakerjaan yang Komprehensif
Indonesia memerlukan peta jalan ketenagakerjaan yang menjawab tantangan struktural dan merespons dinamika masa depan kerja. Beberapa langkah yang perlu diambil antara lain:
- Mengarahkan pertumbuhan ekonomi pada sektor-sektor dengan daya ungkit tinggi terhadap penciptaan lapangan kerja formal dan berkualitas, seperti sektor hijau, digital, dan manufaktur.
- Mereformasi sistem pelatihan dan pendidikan vokasi agar relevan dengan kebutuhan industri.
- Memperkuat dan memperluas perlindungan sosial bagi tenaga kerja informal.
- Memperkuat sinergi pusat dan daerah dalam menciptakan lapangan kerja.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan kualitas pekerjaan dan menciptakan pasar tenaga kerja yang lebih inklusif dan berkelanjutan.