Pro dan Kontra Kebijakan Masuk Sekolah Pukul 06.30 dan Penghapusan PR di Bogor

Kebijakan yang digulirkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait perubahan jam masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB serta penghapusan Pekerjaan Rumah (PR) menuai beragam reaksi di kalangan orang tua siswa di wilayah Bogor. Meskipun sebagian mendukung dengan alasan penegakan disiplin, kekhawatiran mengenai kesiapan siswa dan efektivitas belajar di rumah menjadi perhatian utama bagi sebagian lainnya.

Tiwur, seorang warga Kota Bogor, mengungkapkan bahwa kebijakan masuk sekolah pukul 06.30 WIB dirasa terlalu dini, terutama bagi siswa yang berdomisili jauh dari sekolah. Ia khawatir anak-anak akan terburu-buru dan kurang istirahat. Meskipun siap mengikuti aturan, Tiwur secara tegas menolak penghapusan PR. Menurutnya, PR memiliki peran penting dalam menstimulasi pembelajaran di rumah, terutama bagi siswa Sekolah Dasar (SD) yang belum memiliki kesadaran belajar mandiri. Ia berpendapat, PR sebaiknya tetap diberikan dengan porsi yang tidak berlebihan.

Berbeda dengan Tiwur, Ira, seorang ibu dari Cibinong, mengaku tidak mempermasalahkan perubahan jam masuk sekolah. Ia bahkan sudah terbiasa mengantar anaknya ke sekolah lebih awal. Ira mendukung kebijakan ini karena melihatnya sebagai sarana untuk melatih tanggung jawab dan disiplin anak. Namun, ia juga berpendapat bahwa PR tetap diperlukan sebagai penunjang kegiatan belajar di rumah.

Nurhayati, warga Bojonggede, menyambut baik kebijakan masuk sekolah lebih pagi karena sejalan dengan rutinitas keluarganya. Anaknya menggunakan fasilitas jemputan sekolah dan sudah terbiasa bangun pagi. Meskipun demikian, ia menolak penghapusan PR. Menurutnya, PR berfungsi sebagai penambah nilai akademik dan alat kontrol belajar anak. Ia khawatir tanpa PR, anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu bermain game daripada belajar.

Beberapa poin penting yang menjadi sorotan para orang tua terkait kebijakan ini antara lain:

  • Jam Masuk Sekolah Terlalu Pagi: Kekhawatiran mengenai dampak terhadap kesehatan dan kesiapan siswa, terutama yang berdomisili jauh dari sekolah.
  • Penghapusan PR: Kekhawatiran mengenai penurunan motivasi belajar di rumah dan kurangnya pemahaman materi pelajaran.
  • Keseimbangan: Perlunya keseimbangan antara penegakan disiplin dan pemenuhan kebutuhan belajar siswa.

Secara keseluruhan, kebijakan ini masih menjadi perdebatan di kalangan orang tua. Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan berbagai masukan dan melakukan evaluasi secara berkala untuk memastikan kebijakan ini benar-benar bermanfaat bagi kemajuan pendidikan anak-anak.