Skema Co-Payment Asuransi Kesehatan: Upaya Menjaga Keseimbangan Premi dan Klaim
Skema Co-Payment Asuransi Kesehatan: Upaya Menjaga Keseimbangan Premi dan Klaim
Jakarta, - Industri asuransi kesehatan di Indonesia tengah menghadapi tantangan kenaikan klaim yang signifikan, mendorong perlunya strategi untuk menjaga keberlangsungan ekosistem asuransi. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyoroti bahwa tren kenaikan klaim berdampak langsung pada premi asuransi kesehatan, yang pada akhirnya dapat membebani masyarakat.
Menurut data AAJI, rata-rata kenaikan klaim asuransi kesehatan di berbagai perusahaan mencapai angka 29%. Kondisi ini, jika terus berlanjut, berpotensi membuat premi asuransi kesehatan semakin mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat luas. Konsekuensinya, masyarakat bisa lebih bergantung pada fasilitas kesehatan publik seperti BPJS Kesehatan, yang jika terjadi secara massal, dapat memberikan tekanan besar pada sistem tersebut.
Dalam mengatasi tantangan ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 yang memperkenalkan skema co-payment atau pembagian risiko. Skema ini mengharuskan pemegang polis untuk menanggung sebagian kecil dari klaim asuransi kesehatan.
AAJI memandang SEOJK ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat tata kelola dan keberlanjutan industri asuransi kesehatan. Co-payment bukan merupakan konsep baru dan telah diterapkan di berbagai negara sebagai upaya untuk mengendalikan biaya klaim dan meningkatkan efisiensi sistem asuransi kesehatan.
Detail Skema Co-payment dalam SEOJK:
SEOJK Produk Asuransi Kesehatan mengatur bahwa produk asuransi kesehatan harus menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung atau peserta paling sedikit sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim. Dengan batasan sebagai berikut:
- Rawat Jalan: Maksimum Rp 300.000 per pengajuan klaim
- Rawat Inap: Maksimum Rp 3.000.000 per pengajuan klaim
AAJI menekankan bahwa implementasi skema co-payment ini harus dilakukan secara hati-hati dan terkoordinasi dengan OJK untuk memastikan keseimbangan antara kemampuan perusahaan asuransi dan perlindungan optimal bagi masyarakat. Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem asuransi kesehatan yang lebih adil, efisien, dan berkelanjutan di Indonesia, dengan mempertimbangkan inflasi medis yang terus meningkat.