Studi Ungkap Obesitas Tingkatkan Risiko Kecemasan Melalui Perubahan Mikrobioma Usus

Obesitas telah lama dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan fisik, namun studi terbaru menyoroti dampaknya yang signifikan terhadap kesehatan mental, khususnya kecemasan. Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan dari Georgia State University, yang dipublikasikan pada awal Juni 2025, menggali lebih dalam hubungan antara obesitas, kecemasan, dan perubahan mikrobioma usus.

Para peneliti menggunakan model tikus untuk menyelidiki bagaimana obesitas memicu perilaku yang menyerupai kecemasan. Dr. Desiree Wanders, seorang profesor dan ketua bidang nutrisi di Georgia State University, menjelaskan bahwa meskipun penelitian sebelumnya telah mengindikasikan adanya hubungan antara obesitas dan kecemasan, mekanisme pasti dan apakah obesitas secara langsung menyebabkan kecemasan masih belum jelas. Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas hubungan tersebut dengan mengamati perubahan pada fungsi otak dan kesehatan usus.

Metode Penelitian

Studi ini melibatkan 32 tikus jantan yang diamati dari masa remaja hingga dewasa muda, fase yang dianggap setara dengan perkembangan manusia pada usia remaja hingga dewasa muda. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi dua kelompok: satu kelompok diberi diet rendah lemak, sedangkan kelompok lainnya diberi diet tinggi lemak selama 15 minggu.

Hasil Penelitian

Setelah periode tersebut, tikus yang mengonsumsi diet tinggi lemak menunjukkan peningkatan berat badan dan lemak tubuh yang signifikan dibandingkan dengan kelompok yang mengonsumsi diet rendah lemak. Selain itu, tikus dalam kelompok obesitas menunjukkan tanda-tanda perilaku cemas, termasuk respons membeku yang lebih sering ketika dihadapkan pada potensi ancaman. Respons membeku ini merupakan indikator umum perilaku cemas pada hewan.

Lebih lanjut, penelitian ini mengungkapkan bahwa tikus obesitas mengalami perubahan pada hipotalamus, bagian otak yang mengatur metabolisme dan fungsi tubuh lainnya. Perubahan ini diduga berkontribusi pada gangguan kognitif yang diamati pada tikus obesitas. Selain itu, komposisi bakteri usus (mikrobioma) pada tikus obesitas berbeda secara signifikan dibandingkan dengan tikus yang tidak mengalami kenaikan berat badan. Temuan ini sejalan dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa mikrobioma usus dapat memengaruhi perilaku dan kesehatan mental.

Implikasi dan Arah Penelitian Mendatang

Dr. Wanders menekankan bahwa pemahaman tentang hubungan antara pola makan, kesehatan otak, dan mikrobiota usus dapat membantu dalam merancang kebijakan kesehatan masyarakat yang lebih efektif untuk mencegah obesitas dan memberikan intervensi dini, terutama pada anak-anak dan remaja.

Para peneliti mengakui bahwa penelitian ini dilakukan pada hewan, tetapi mereka percaya bahwa temuan ini memberikan wawasan penting bagi manusia. Mereka menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak obesitas tidak hanya pada kesehatan fisik tetapi juga pada kesehatan psikologis. Faktor-faktor seperti lingkungan, genetika, gaya hidup, dan status sosial ekonomi juga memainkan peran penting dalam kehidupan nyata.

Penelitian selanjutnya akan fokus pada pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana perubahan mikrobioma usus akibat obesitas memengaruhi otak. Mereka juga berencana untuk memperluas penelitian ke kelompok tikus betina dan rentang usia yang berbeda. Selain itu, mereka tertarik untuk menyelidiki apakah intervensi penurunan berat badan dapat membalikkan perubahan kognitif dan perilaku yang diamati dalam penelitian ini.

Studi ini membuka jalan bagi diskusi lebih lanjut tentang hubungan antara kesejahteraan fisik dan psikologis, serta peran penting yang mungkin dimainkan oleh usus dalam kesehatan kita secara keseluruhan.