Hendri, Sang Penjaga Bisu Onrust: Menjaga Memori Sejarah di Pulau Seribu

Pulau Onrust, permata tersembunyi di gugusan Kepulauan Seribu, mungkin belum sepopuler tetangganya seperti Pulau Tidung atau Pulau Pari. Namun, di balik hamparan pasir putih dan reruntuhan bangunan kuno, pulau seluas 7,5 hektar ini menyimpan fragmen penting sejarah Indonesia, saksi bisu perjalanan bangsa dari era kolonial hingga gerbang kemerdekaan.

Di tengah kesunyian pulau yang kerap menyelimuti, hadir sosok Hendri, seorang penjaga yang dengan setia merawat jejak-jejak masa lalu. Sejak tahun 2021, pria berusia 32 tahun ini menjadi bagian dari tim keamanan yang ditugaskan untuk menjaga pulau-pulau bersejarah di Kepulauan Seribu, termasuk Onrust dan Cipir. Setiap minggunya, Hendri menghabiskan lima hari di Pulau Onrust, sebelum kemudian bertukar tugas dengan rekan-rekannya.

Tugas utama Hendri memang menjaga keamanan pulau. Namun, lebih dari itu, ia menjelma menjadi narator sejarah dadakan bagi para pengunjung yang datang. Dengan penuh semangat, ia mengisahkan detail masa lalu Pulau Onrust, membawa para pendengar dalam perjalanan waktu menelusuri jejak peradaban.

Menurut penuturan Hendri, jauh sebelum era transportasi udara modern, Pulau Onrust menjadi titik keberangkatan penting bagi para jemaah haji yang akan menunaikan ibadah ke Tanah Suci melalui jalur laut. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, pulau ini juga memegang peranan strategis sebagai bagian dari sistem pertahanan dan logistik militer.

Nama "Onrust," lanjut Hendri, berasal dari bahasa Belanda yang berarti "tidak tenang" atau "tidak pernah istirahat" (mirip dengan kata "unrest" dalam bahasa Inggris). Nama ini mencerminkan aktivitas pulau yang dulunya sangat sibuk, menjadi lokasi asrama atau karantina bagi para calon haji.

  • Titik keberangkatan haji melalui laut (sebelum era pesawat).
  • Tempat perbaikan kapal.
  • Bagian dari sistem pertahanan dan logistik militer Belanda.

Berbeda dengan pulau-pulau wisata lain yang selalu ramai, Pulau Onrust cenderung sepi, kecuali pada akhir pekan atau hari libur nasional. Para pengunjung yang datang biasanya tertarik untuk menjelajahi situs-situs bersejarah seperti museum, reruntuhan peninggalan VOC, dan makam-makam Belanda.

Kesunyian Pulau Onrust tak jarang menghadirkan rasa sepi bagi Hendri. Jauh dari keluarga, istri dan anaknya tinggal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Malam hari, setelah pukul 10 malam, listrik biasanya padam hingga sore hari pukul 4 sore. Di saat-saat seperti itu, Hendri mengisi waktu dengan menghubungi keluarganya, mencoba mengusir kesepian yang menyelimuti. Baginya, kesunyian adalah bagian dari pengabdian.

Jika memungkinkan, Hendri menyempatkan diri untuk pulang ke Jakarta, menempuh perjalanan sekitar 66 kilometer untuk bertemu keluarganya. Pulau Onrust mungkin tampak sepi dan terpencil, namun kehadiran Hendri dan para penjaga lainnya menjadi benteng terakhir yang menjaga warisan sejarah bangsa dari ancaman kelupaan. Mereka adalah mata dan telinga negara di titik-titik terpencil yang seringkali terlupakan.