Dampak Perubahan Iklim: Anak-anak Pesisir di Demak dan Semarang Rentan Alami Stunting Akibat Krisis Pangan dan Sanitasi

Perubahan iklim kian memperburuk kondisi kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, dan meningkatkan risiko stunting pada anak-anak di bawah usia lima tahun atau balita.

Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aditya Rahmadony, mengungkapkan bahwa perubahan iklim meningkatkan kerentanan yang memicu stunting, terutama di wilayah pesisir seperti Demak dan Semarang. Wilayah pesisir memiliki kerentanan tinggi terhadap dampak perubahan iklim, seperti abrasi, banjir rob, kekeringan, dan krisis lingkungan lainnya.

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, sangat merasakan dampak perubahan iklim. Kondisi ini semakin memperburuk keadaan masyarakat pesisir yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan.

Menurut penelitian tahun 2019, sebanyak 35,76 persen anak-anak di Demak mengalami stunting. Sementara itu, di Semarang, angkanya mencapai 27,7 persen. Ironisnya, wilayah pesisir yang kaya akan hasil laut yang merupakan sumber protein dan gizi tinggi, justru memiliki angka stunting yang tinggi.

Paradoks ini terjadi karena mayoritas masyarakat pesisir lebih memilih menjual hasil tangkapan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari daripada mengonsumsinya sendiri. Keterbatasan ekonomi membuat mereka sulit memenuhi kebutuhan gizi keluarga, terutama anak-anak.

Perubahan iklim memperparah kondisi ini. Kenaikan permukaan laut menyebabkan abrasi yang merusak pemukiman, mengganggu mobilitas warga karena jalan tergenang, merusak lahan pertanian, dan mencemari sumber air bersih. Kondisi ini mengganggu ketahanan pangan dan menyebabkan keterbatasan bahan makanan bergizi di wilayah pesisir, terutama di Demak dan Semarang.

Abrasi juga berdampak pada kualitas sanitasi. Lingkungan yang tercemar dan infrastruktur yang rusak meningkatkan risiko penyakit seperti diare dan malaria, yang sangat rentan menyerang anak-anak dan lansia. Banjir rob yang sering terjadi juga menghambat akses masyarakat ke pusat kesehatan dan membatasi pelayanan gizi.

Meski demikian, pemerintah pusat dan daerah telah berupaya menangani stunting. Pemerintah menargetkan penurunan stunting hingga 14 persen melalui regulasi Nomor 7 Tahun 2021. Pemerintah daerah juga mengeluarkan kebijakan khusus seperti PERGUB Nomor 11 Tahun 2019 yang kemudian direvisi menjadi PERGUB Nomor 8 Tahun 2024, serta PERBUP Nomor 29 Tahun 2019 yang menekankan pendekatan preventif dan multisektor.

Demak juga menjalankan program inovatif seperti aplikasi CME—Cengkraman Mata Elang untuk menekan angka kematian ibu dan anak, serta program sosial SIST—Satu Ikan Satu Telur yang digerakkan oleh komunitas lokal. Berkat program dan regulasi tersebut, Demak berhasil menurunkan angka stunting dari 35,76 persen pada 2019 menjadi 9,5 persen pada 2023.

Semarang juga memiliki regulasi berupa PERWALI Nomor 27 Tahun 2022 dengan target penurunan stunting hingga 4 persen pada 2026, yang dipercepat melalui PERWALI Nomor 42 Tahun 2023 dengan target yang sama namun dicapai pada 2024. Semarang mengembangkan pelayanan pendampingan tumbuh kembang anak melalui aplikasi Sayang Anak IoT Antropometri atau Lional Messi, serta menggandeng sektor usaha dan komunitas dalam penanganan stunting. Pendekatan ini berhasil menurunkan angka stunting secara konsisten hingga tahun 2022.

Aditya Rahmadony mengingatkan bahwa tantangan ke depan masih besar. Selain kurangnya perhatian terhadap asupan gizi dan pengasuhan anak oleh kakek-nenek, dampak perubahan iklim terhadap masyarakat pesisir tetap menjadi faktor utama yang meningkatkan kerentanan terhadap stunting. Ia menekankan pentingnya integrasi strategi adaptasi perubahan iklim dengan kebijakan penurunan stunting dan kesehatan masyarakat.

Penguatan program berbasis komunikasi antar sektor, pembangunan infrastruktur adaptif terhadap perubahan iklim, integrasi teknologi untuk pemantauan, dan pemberdayaan perempuan menjadi langkah penting yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah stunting di wilayah pesisir.