Dinas Pendidikan Jawa Timur Investigasi Dugaan Pungutan di SMAN 2 Mejayan

Polemik sumbangan di SMAN 2 Mejayan, Kabupaten Madiun, memicu respons dari Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Timur. Kepala Disdik Jatim, Aries Agung Paewai, turun langsung ke sekolah tersebut pada Rabu (4/6/2025) untuk melakukan klarifikasi terkait keluhan orang tua siswa mengenai dugaan pungutan berkedok sumbangan.

Kehadiran Aries Agung Paewai ini menyusul ramainya perbincangan di media sosial, termasuk pernyataan Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, yang menegaskan tidak boleh ada lagi iuran wajib di SMA/SMK negeri di Jawa Timur. Setelah melakukan pertemuan dan menggali informasi, Aries menegaskan bahwa tidak ada unsur paksaan dalam sumbangan yang diberikan oleh orang tua siswa. Ia menjelaskan bahwa sumbangan dari komite sekolah bersifat sukarela dan tanpa nominal yang ditentukan.

"Tidak ada pungutan liar yang sifatnya memaksa. Sumbangan ini sukarela, nominalnya juga tidak ditentukan. Masyarakat yang ingin membantu sekolah dipersilakan menyumbang sesuai kemampuan," ujar Aries.

Ia menambahkan, pihak sekolah juga memberikan keringanan, bahkan membebaskan biaya bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Besaran sumbangan yang diberikan orang tua pun bervariasi, mulai dari Rp 3.000 hingga Rp 15.000, disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

"Kami ingin meluruskan informasi yang beredar. Jangan selalu menyalahkan sekolah. Kebutuhan sekolah bukan hanya proses pendidikan, tapi juga pembentukan karakter anak," tegasnya.

Aries juga menyoroti peran komite sekolah yang bukan untuk mencari keuntungan, melainkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ia mengakui bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan seluruh sekolah di Jawa Timur.

Setelah melakukan peninjauan kondisi fisik SMAN 2 Mejayan, Aries berjanji akan memprioritaskan bantuan untuk perbaikan gedung yang mengalami kerusakan sedang hingga berat. Ia menyadari bahwa dana BOS tidak akan cukup untuk mengatasi kerusakan tersebut.

Sebelumnya, sejumlah orang tua siswa mengeluhkan besaran sumbangan yang diminta sekolah, yang berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta. Mereka merasa keberatan karena besaran sumbangan tersebut ditentukan sepihak dalam rapat komite sekolah pada pertengahan tahun 2024.

Wakil Kepala Sekolah SMAN 2 Mejayan, Teofilus Banu Dwi S, menjelaskan bahwa sumbangan tersebut berdasarkan kesepakatan orang tua siswa. Namun, bagi yang tidak mampu, dibebaskan dari sumbangan dengan menunjukkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kelurahan atau desa.

"Orang tua murid cukup mencari SKTM dari kelurahan atau desa. Tinggal kumpulkan dan kami tidak akan mensurvei kondisi rumah orang tua murid," kata Teo.

Ia juga membantah adanya ancaman bahwa siswa tidak boleh mengikuti ujian jika tidak membayar sumbangan. "Tidak ada hubungan antara pelaksanaan ujian sekolah dengan pembayaran sumbangan ke sekolah," tegasnya.

Ketua Komite SMAN 2 Mejayan, Atik Prihartatik, juga menegaskan bahwa sumbangan bersifat sukarela dan tanpa paksaan. "Sumbangan ini bukan pungutan. Tidak ada paksaan, tidak ada patokan jumlah. Bagi yang tidak mampu, apalagi siswa yatim, dibebaskan," jelas Atik.

Atik menambahkan bahwa iuran sukarela ini disepakati untuk mendanai kebutuhan sekolah yang tidak tercover oleh dana BOS, seperti menggaji guru dan pegawai tidak tetap, serta pembangunan masjid sekolah.