Kontroversi Ayam Goreng Widuran: Sempat Ditutup, Kini Boleh Beroperasi Kembali Tanpa Sanksi

Polemik Ayam Goreng Widuran: Bebas Sanksi dan Kembali Beroperasi

Kasus Ayam Goreng Widuran di Solo, Jawa Tengah, yang sempat memicu kontroversi akibat penggunaan bahan nonhalal, kini memasuki babak baru. Rumah makan legendaris tersebut diizinkan kembali beroperasi setelah sempat ditutup sementara. Pemerintah Kota Solo menyatakan tidak dapat memberikan sanksi terhadap Ayam Goreng Widuran, sementara proses hukum yang sempat bergulir di kepolisian juga dihentikan karena tidak ditemukan unsur pidana.

Awal Mula Kontroversi

Gelombang protes muncul setelah Ayam Goreng Widuran secara terbuka mengumumkan penggunaan label nonhalal pada produknya. Pengumuman ini mengejutkan banyak pelanggan setia yang telah menikmati hidangan tersebut selama puluhan tahun tanpa mengetahui status kehalalannya. Ayam Goreng Widuran telah berdiri sejak tahun 1973 dan menjadi salah satu ikon kuliner di Kota Solo.

Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, bersama jajaran dinas terkait, melakukan inspeksi mendadak ke rumah makan tersebut pada akhir Mei lalu. Gibran meminta agar Ayam Goreng Widuran ditutup sementara untuk dilakukan penilaian ulang oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Seorang karyawan Ayam Goreng Widuran, Nanang, mengaku tidak dapat memberikan penjelasan terkait pencantuman label nonhalal yang baru dilakukan. Ia hanya mengungkapkan bahwa bahan nonhalal hanya terdapat pada kremesan ayam goreng, yang dibuat menggunakan minyak nonhalal.

Hasil Uji Lab dan Keputusan Pemerintah

Setelah dilakukan pemeriksaan sampel makanan oleh Dinas Peternakan Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispangtan) Kota Solo, hasilnya menunjukkan bahwa olahan ayam goreng Widuran layak konsumsi namun berstatus nonhalal. Berdasarkan hasil tersebut, Wali Kota Solo mengizinkan Ayam Goreng Widuran untuk kembali beroperasi. Gibran menekankan pentingnya keterbukaan informasi mengenai status halal atau nonhalal produk kepada konsumen. Pemerintah Kota Solo menegaskan tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi terhadap Ayam Goreng Widuran maupun menentukan status halal atau tidak halal secara hukum. Penutupan sementara sebelumnya dilakukan semata-mata untuk menjaga kondusifitas akibat polemik yang berkembang di masyarakat.

Laporan Polisi dan Penghentian Penyelidikan

Selain pemeriksaan oleh pemerintah daerah, kasus Ayam Goreng Widuran juga sempat dilaporkan ke polisi oleh seorang warga Solo. Pelapor menyoroti fakta bahwa Ayam Goreng Widuran baru mengumumkan penggunaan bahan nonhalal setelah beroperasi selama puluhan tahun. Namun, laporan tersebut tidak dilanjutkan karena kepolisian menilai tidak ada unsur pidana dalam kasus tersebut.

Kasatreskrim Polresta Solo, AKP Prastiyo Triwibowo, menjelaskan bahwa kasus tersebut lebih tepat diselesaikan melalui jalur administrasi oleh Pemerintah Kota Solo. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang mewajibkan pelaku usaha untuk memiliki keterangan halal jika mengklaim produknya halal. Namun, jika tidak ada klaim halal, maka kewajiban sertifikasi halal tidak berlaku. AKP Prastiyo juga menambahkan bahwa pelapor bukan merupakan konsumen langsung, sehingga aduan tersebut diklasifikasikan sebagai informasi semata.

Dengan demikian, Ayam Goreng Widuran kini dapat kembali melayani pelanggan tanpa sanksi hukum maupun administratif, dengan catatan memberikan informasi yang jelas dan terbuka mengenai status nonhalal produknya.