Relaksasi Anggaran Rapat dan Hotel: Pemerintah Daerah Diizinkan Kembali Gelar Kegiatan, Efisiensi Anggaran Dipertanyakan?

Pemerintah Longgarkan Aturan Kegiatan Rapat di Hotel, Anggaran Penginapan Pejabat Naik

Kebijakan efisiensi anggaran yang sebelumnya diterapkan pemerintah tampaknya mulai mengalami pelonggaran. Pemerintah daerah (Pemda) kini diperbolehkan kembali menyelenggarakan kegiatan rapat di hotel dan restoran, meskipun dengan catatan tidak dilakukan secara berlebihan.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, menegaskan bahwa kebijakan ini telah disetujui dan diarahkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurut Tito, pelonggaran ini bertujuan untuk membantu sektor perhotelan yang terdampak penurunan tingkat hunian. Pemda diminta untuk selektif memilih hotel-hotel yang mengalami kesulitan agar kegiatan rapat dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal.

"Kurangi boleh, tapi jangan sama sekali enggak ada. Tetap laksanakan kegiatan di hotel dan restoran. Target betul hotel dan restoran yang agak kolaps, buatlah kegiatan di sana supaya mereka bisa hidup," ujar Tito.

Kebijakan ini juga sejalan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026. PMK ini mengatur berbagai standar biaya, termasuk biaya menginap bagi pejabat negara di hotel.

Anggaran Fantastis untuk Penginapan dan Konsumsi Pejabat

PMK Nomor 32 Tahun 2025 menetapkan standar biaya yang cukup tinggi untuk penginapan pejabat negara. Sebagai contoh, untuk pejabat setingkat menteri, wakil menteri, dan pejabat eselon I yang bertugas di Jakarta, biaya menginap di hotel berbintang ditetapkan sebesar Rp 9.331.000 per orang per hari. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan standar sebelumnya yang sebesar Rp 8.720.000 per malam.

Selain biaya penginapan, PMK ini juga mengatur biaya konsumsi untuk penyelenggaraan rapat atau pertemuan. Untuk rapat koordinasi tingkat menteri/wakil menteri/eselon I, dianggarkan sebesar Rp 118.000 per orang per sekali makan. Sementara itu, untuk makanan ringan (snack) dialokasikan sebesar Rp 53.000 per orang per sekali makan. Dengan demikian, total anggaran untuk makan berat dan kudapan mencapai Rp 171.000 per orang.

Kritik Terhadap Kebijakan dan Efisiensi Anggaran

Kebijakan pelonggaran anggaran ini menuai kritik dari berbagai pihak. Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Media Wahyudi Askar, menilai bahwa PMK tersebut tidak sejalan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk menerapkan efisiensi anggaran, terutama di tengah kondisi fiskal negara yang sedang tertekan.

Askar berpendapat bahwa penyelenggaraan rapat tidak harus selalu dilakukan secara luring, mengingat adanya opsi rapat daring yang lebih efisien. Ia juga menyoroti adanya ketimpangan horizontal antara pejabat tinggi dengan pejabat di tingkat bawah yang justru diminta untuk melakukan penghematan anggaran.

"Bahkan banyak saudara-saudara kita non ASN pekerja kontrak di rumahkan karena efisiensi anggaran, dalam bersamaan pejabat tinggi itu bisa dicek banyak hotel di Jakarta mengadakan rapat di hotel-hotel mewah, jadi sangat kontradiktif sekali," ucapnya.

Pembelaan dari Wakil Ketua DPR

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, memiliki pandangan berbeda. Ia menilai bahwa pengeluaran tersebut masih dalam batas wajar dan tidak perlu diperdebatkan jika dialokasikan untuk menjalankan tugas negara. Dasco juga menegaskan bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah bukan karena kekurangan dana, melainkan untuk mengalokasikan anggaran pada kegiatan yang dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat.

"Begini, efisiensi anggaran itu bukan karena kita tidak ada anggaran, tapi efisiensi anggaran itu memang lebih difokuskan untuk kegiatan-kegiatan yang untuk masyarakat," jelas Dasco.