Kasus Pencabulan Tiga Anak di Bawah Umur oleh Mantan Kapolres Ngada: LPA NTT Desak Hukuman Maksimal

Kasus Pencabulan Tiga Anak di Bawah Umur oleh Mantan Kapolres Ngada: LPA NTT Desak Hukuman Maksimal

Kasus dugaan pencabulan yang melibatkan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman, mantan Kapolres Ngada, telah mengguncang Nusa Tenggara Timur (NTT). Tiga anak di bawah umur di Kota Kupang menjadi korban dari kejahatan seksual yang dilakukan oleh oknum perwira tinggi Polri tersebut. Perbuatan tersebut bukan hanya melanggar hukum dan kode etik kepolisian, namun juga menimbulkan keprihatinan mendalam bagi masyarakat dan lembaga perlindungan anak.

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTT mengecam keras tindakan AKBP Fajar dan mendesak penegakan hukum yang tegas dan maksimal. Ketua LPA NTT, Veronika Ata, menyatakan bahwa tindakan tersebut masuk dalam kategori eksploitasi seksual dan perdagangan manusia (human trafficking), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. LPA NTT dengan tegas mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya, termasuk dengan mempertimbangkan sanksi kebiri kimiawi sebagai bentuk hukuman tambahan, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini diperlukan sebagai efek jera dan perlindungan bagi anak-anak di masa mendatang.

Lebih lanjut, Veronika Ata menekankan pentingnya sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di lingkungan Polri. Menurutnya, pemahaman dan kesadaran seluruh anggota Polri, terutama para pimpinan, sangat krusial untuk mencegah terulangnya kasus serupa dan melindungi anak-anak serta perempuan dari kekerasan seksual. Ia menyoroti pentingnya tindakan proaktif aparat kepolisian dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak, yang merupakan delik biasa dan tidak memerlukan laporan resmi dari korban atau keluarga. Kepolisian, menurutnya, memiliki kewenangan untuk bertindak berdasarkan indikasi atau informasi dari pihak lain.

Dalam konteks penanganan korban, LPA NTT juga mendorong Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Ngada untuk memberikan perlindungan dan pendampingan komprehensif kepada para korban, mulai dari tahap penyidikan hingga persidangan, termasuk pendampingan psikologis. Jika diperlukan, korban juga dapat meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menghindari potensi intimidasi. LPA NTT berharap kasus ini dapat diusut tuntas, termasuk kemungkinan adanya korban lain yang belum terungkap. Penting bagi kepolisian untuk bersikap tegas dan profesional dalam mengusut kasus ini, sekalipun pelaku merupakan anggota kepolisian sendiri. Kasus ini harus menjadi momentum untuk memperkuat komitmen penegakan hukum dan perlindungan bagi anak-anak di Indonesia.

Sementara itu, informasi tambahan dari Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang, Imelda Manafe, mengungkapkan bahwa tiga anak yang menjadi korban berusia 3, 12, dan 14 tahun. Salah satu korban yang berusia 12 tahun saat ini sedang dalam pendampingan intensif dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang. Ketiga korban telah diserahkan oleh Mabes Polri kepada dinas terkait untuk mendapatkan perlindungan dan pendampingan yang memadai.

AKBP Fajar sendiri telah diamankan oleh Propam Mabes Polri sejak tanggal 20 Februari 2025, atas dugaan kasus pencabulan anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkoba. Kasus ini menjadi bukti pentingnya pengawasan internal dan penegakan kode etik di tubuh kepolisian untuk mencegah tindakan indisipliner dan kriminal yang dilakukan oleh anggota Polri.

LPA NTT dan berbagai pihak terkait berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, untuk terus meningkatkan upaya pencegahan dan perlindungan anak dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi seksual.