Polemik Bursa Kerja: Antara Formalitas dan Peluang Nyata Menurut Kemenaker dan Perusahaan

Bursa Kerja di Persimpangan Jalan: Kritik, Klarifikasi, dan Realita di Lapangan

Pelaksanaan bursa kerja atau job fair tengah menjadi sorotan publik. Sebuah video viral memicu perdebatan mengenai efektivitas ajang ini, menyebutnya sekadar formalitas dan alat pencitraan korporasi serta pemenuhan target kinerja (KPI) pemerintah. Narasi dalam video tersebut mempertanyakan relevansi job fair di era serba digital, menganggapnya sebagai ajang branding perusahaan semata.

Gelombang kritik ini muncul bersamaan dengan insiden kericuhan saat job fair yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi. Antusiasme pencari kerja membludak, mencapai 25.000 orang untuk memperebutkan 2.500 lowongan yang tersedia. Insiden ini semakin memperkuat keraguan publik akan kualitas dan manfaat job fair.

Merespons polemik ini, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengakui bahwa praktik formalitas dalam job fair mungkin saja terjadi. Namun, ia menekankan bahwa pemerintah berupaya membangun sistem penyediaan lapangan kerja yang inklusif dan mudah diakses oleh masyarakat. Yassierli juga mengingatkan perusahaan akan kewajiban melaporkan lowongan pekerjaan, yang akan terus dikejar oleh pemerintah untuk memastikan distribusi informasi yang merata kepada pencari kerja.

Menaker juga menyoroti pentingnya persiapan matang dalam penyelenggaraan job fair. Ia menyarankan agar job fair tidak diadakan terlalu sering dan harus dilengkapi dengan layanan pengantar kerja, konsultasi karier, dan informasi peluang wirausaha. Yassierli menekankan bahwa job fair harus menjadi bukti kehadiran pemerintah dalam memfasilitasi pencari kerja, bukan sekadar ajang formalitas dengan lowongan yang terbatas.

Kepala Biro Humas Kemenaker, Sunardi Manampiar Sinaga, menambahkan bahwa banyak karyawan berhasil direkrut melalui job fair. Ia menjelaskan bahwa job fair memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk berinteraksi langsung dengan pelamar dan melakukan wawancara di tempat, tanpa biaya. Selain itu, pencari kerja dapat melihat berbagai lowongan dan menyesuaikannya dengan kompetensi yang dimiliki, serta mendapatkan konsultasi karier.

Tanggapan Perusahaan Terhadap Tuduhan Formalitas

Sejumlah perusahaan yang rutin berpartisipasi dalam job fair membantah tudingan bahwa keikutsertaan mereka hanya sebagai pelengkap. Perwakilan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), Gilang Rizki, menegaskan bahwa BRI benar-benar mencari kandidat melalui job fair. Ia menyebutkan bahwa beberapa pelamar yang direkrut melalui job fair sebelumnya telah berhasil menjadi pegawai BRI.

Human Resource Development (HRD) Indomaret Jakarta 1, Ferri Ferdiawan, juga menyatakan bahwa perusahaannya selalu membuka lowongan nyata saat berpartisipasi dalam job fair. Ferri menambahkan bahwa Indomaret diwajibkan melaporkan hasil rekrutmen kepada penyelenggara dan Dinas Ketenagakerjaan.

Berikut adalah beberapa poin penting yang diungkapkan oleh perusahaan peserta job fair:

  • Pencarian Kandidat Nyata: Perusahaan aktif mencari kandidat potensial melalui job fair.
  • Proses Rekrutmen Lanjutan: Pelamar yang memenuhi syarat akan diproses lebih lanjut dalam tahapan rekrutmen.
  • Kewajiban Pelaporan: Perusahaan wajib melaporkan hasil rekrutmen kepada penyelenggara dan Dinas Ketenagakerjaan.
  • Efisiensi Biaya: Job fair memungkinkan perusahaan untuk berinteraksi langsung dengan banyak kandidat tanpa biaya tambahan.

Polemik seputar job fair ini menyoroti pentingnya evaluasi dan peningkatan kualitas penyelenggaraan bursa kerja. Pemerintah, perusahaan, dan penyelenggara job fair perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa ajang ini benar-benar bermanfaat bagi pencari kerja dan bukan sekadar formalitas belaka.