Pasar Baru Jakarta: Antara Kenangan dan Harapan di Tengah Sepinya Zaman

Pasar Baru: Saksi Bisu Perjalanan Waktu yang Merindukan Kejayaan

Jakarta, 5 Juni 2025 - Pasar Baru, sebuah kawasan yang dulunya gemerlap dengan aktivitas perdagangan dan menjadi pusat perbelanjaan tertua di Jakarta, kini menyimpan cerita pilu di balik kemegahan sejarahnya. Langkah kaki yang dulu ramai kini berganti dengan sepi, meninggalkan kesan mendalam tentang perubahan zaman yang tak terhindarkan.

Gerbang ikonik bertuliskan "Batavia Passer Baroe 1820" masih berdiri tegak, menyambut siapa pun yang melintasi Jalan Pos. Namun, suasana di sekitarnya jauh dari kesan hidup. Jalanan yang dulunya padat kini lengang, hanya sesekali dilewati kendaraan dan pejalan kaki. Ruko-ruko yang berjejer rapi, dengan berbagai jenis usaha seperti toko pakaian, perlengkapan ibadah, dan makanan, kini banyak yang menampilkan spanduk bertuliskan "Disewakan" atau "Dijual". Sebuah pemandangan yang mencerminkan betapa sulitnya para pedagang bertahan di tengah lesunya ekonomi.

Luka Akibat Pandemi dan Harapan yang Tak Padam

Pandemi Covid-19 menjadi pukulan telak bagi Pasar Baru. Banyak toko yang terpaksa gulung tikar karena sepinya pembeli. Sandra, seorang petugas keamanan yang telah lama bertugas di kawasan ini, mengungkapkan bahwa sebagian besar ruko kini tutup atau hanya buka pada momen-momen tertentu seperti bulan Ramadhan. Bahkan, department store yang dulu menjadi daya tarik utama kini hanya beroperasi sebulan dalam setahun.

Baharu, seorang pedagang uang kuno yang telah berjualan sejak tahun 1985, merasakan betul dampaknya. Jika dulu setiap hari ada saja pembeli, kini ia bisa berhari-hari tanpa satu pun transaksi. Meski begitu, ia tetap memilih bertahan, karena kecintaannya pada sejarah dan budaya yang terkandung dalam setiap lembar uang kuno yang ia jual.

Di tengah kondisi yang memprihatinkan ini, harapan akan perubahan masih menyala. Para pedagang berharap pemerintah dan pengelola kawasan dapat melakukan revitalisasi agar Pasar Baru kembali hidup dan menjadi pusat perdagangan yang ramai seperti dulu. Mereka tidak ingin kawasan bersejarah ini mati perlahan dan hanya menjadi kenangan.

Jejak Sejarah yang Terus Terpelihara

Meski mengalami penurunan aktivitas ekonomi, Pasar Baru tetap menyimpan jejak sejarah yang kaya. Bangunan-bangunan bergaya arsitektur Tionghoa dan Eropa masih berdiri kokoh, menjadi saksi bisu perjalanan waktu. Jalanan berpaving block yang mulai rusak pun menambah kesan klasik dan kuno kawasan ini. Pasar Baru, yang membentang sepanjang kurang lebih 550 meter, menjadi bukti nyata perubahan zaman yang terus berputar.

Kawasan ini memang tak sepenuhnya mati. Sesekali, kegiatan budaya masih digelar di Pasar Baru, seperti lomba dayung yang rencananya akan diadakan pada pertengahan Juni 2025 di sekitar Jalan Antara. Acara semacam ini memberikan secercah harapan bagi kawasan yang seolah tertidur panjang.

Pasar Baru kini menjadi lorong kenangan yang menyimpan sejarah, budaya, dan jejak kehidupan masa lalu. Di balik kesunyiannya, tersimpan harapan agar kawasan bersejarah ini kembali menemukan denyutnya dan menjadi kebanggaan Jakarta di masa depan.

Walaupun begitu masih ada beberapa pedagang yang setia membuka lapak. Aminah (58) salah satu pemilik toko perlengkapan ibadah yang sudah berjualan lebih dari 30 tahun. Pedagang lain Rudi (46) yang memiliki toko sepatu kulit sudah pasrah dengan keadaan ini. Menurutnya jika tidak membuka toko siapa yang akan membayar sewa, listrik dan gaji karyawan. Pembeli semakin sedikit yang bertahan disini hanyalah orang yang sudah lama berjualan dan memiliki pelanggan tetap.