Sidang Uang Palsu UIN Makassar: Pegawai Bank BUMN Mengaku Tak Berdaya Cegah Peredaran
Sidang lanjutan kasus peredaran uang palsu yang melibatkan oknum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar terus bergulir di Pengadilan Negeri Sungguminasa. Dalam persidangan yang digelar Rabu malam, terungkap pengakuan mengejutkan dari seorang pegawai bank BUMN.
Andi Haeruddin, yang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Mubin Nasir, mengakui bahwa dirinya tidak melakukan pencegahan terhadap peredaran uang palsu tersebut, meskipun mengetahui secara langsung proses transaksinya. Pengakuan ini muncul setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Basri Bacho mempertanyakan sikap pasif Andi sebagai seorang pegawai bank terkait keberadaan uang palsu yang disebut sebagai "uang layak edar".
"Anda kan pegawai salah satu bank BUMN, kenapa Anda tidak mencegah uang palsu ini beredar, minimal Anda melapor ke polisi?" tanya JPU Basri Bacho dalam persidangan. Andi Haeruddin berdalih bahwa dirinya tidak memiliki kewenangan untuk mencegah transaksi tersebut dan juga enggan untuk terlibat masalah dengan Mubin Nasir karena hubungan pertemanan yang sudah lama terjalin.
"Saya tidak punya wewenang untuk mencegah dan saya juga tidak mau bermasalah dengan Mubin karena kami sudah lama saling kenal," jawab Andi di hadapan majelis hakim. JPU Basri Bacho kemudian menekankan bahwa sebagai pegawai bank, Andi seharusnya memahami perbedaan uang asli dan palsu serta memiliki tanggung jawab untuk mencegah beredarnya uang palsu di masyarakat. Andi bersikukuh bahwa dirinya tidak mengetahui sejak awal bahwa uang tersebut adalah palsu, dan hanya menerima informasi dari Mubin bahwa itu adalah "uang layak edar".
Sidang ini juga mengungkap fakta bahwa uang palsu tersebut diproduksi di lingkungan Kampus 2 UIN Alauddin Makassar menggunakan mesin canggih. Nilai produksi uang palsu tersebut diperkirakan mencapai triliunan rupiah, dengan tingkat kemiripan yang sangat tinggi dengan uang asli. Bahkan, menurut pengakuan Andi, uang palsu senilai Rp 50 juta sempat diuji menggunakan sinar ultra violet dan dicelupkan ke air, namun lolos dari uji keaslian.
"Saya tes pakai sinar UV, tidak terdeteksi. Lalu dicelup air juga tidak luntur. Saya sendiri tidak bisa bedakan itu uang palsu atau asli," kata Andi.
Kasus ini melibatkan 15 terdakwa, termasuk Mubin Nasir, Ambo Ala, Jhon Bliater Panjaitan, Andi Ibrahim (mantan kepala perpustakaan UIN), Satriadi (ASN DPRD Sulbar), dan Andi Haeruddin sendiri. Satu orang lainnya, Arnold, masih berstatus sebagai buron. Perkara ini ditangani oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Dyan Martha Budhinugraen, dengan anggota hakim Sihabudin dan Yeni, serta jaksa penuntut umum Basri Bacho, Aria Perkasa Utama, dan Nurdaliah.
Kasus peredaran uang palsu ini pertama kali terungkap pada Desember 2024, dan langsung menjadi perhatian publik karena melibatkan lingkungan kampus dan kualitas produksi uang palsu yang sangat sulit dibedakan dari uang asli, bahkan dengan alat bantu seperti sinar UV.