Lee Jae-myung Resmi Duduki Kursi Kepresidenan Korea Selatan: Janji Era Baru Diplomasi dan Persatuan
SEOUL - Lee Jae-myung, dari Partai Demokrat, secara resmi dinyatakan sebagai Presiden Korea Selatan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (4/6/2025). Ketua KPU Nasional, Roh Tae-ak, mengumumkan hasil ini setelah pemungutan suara yang berlangsung sehari sebelumnya.
Kemenangan Lee diraih setelah mengalahkan Kim Moon-soo, rival dari kubu konservatif yang merupakan partai dari mantan Presiden Yoon Suk Yeol. Pemilu ini dilangsungkan pasca pemakzulan Yoon akibat kontroversi terkait upaya penerapan darurat militer pada penghujung tahun 2024.
Masa jabatan Lee dimulai di tengah kompleksitas tantangan yang dihadapi Korea Selatan. Isu-isu krusial seperti stagnasi ekonomi, peningkatan tensi geopolitik, serta ketegangan militer dengan Korea Utara dan Rusia menjadi prioritas utama. Selain itu, dampak politik dari deklarasi darurat militer oleh Yoon masih terasa, memicu polarisasi di masyarakat dan kekhawatiran tentang masa depan demokrasi.
Dalam pidato kemenangannya, Lee menekankan pentingnya persatuan nasional dan membuka dialog dengan Korea Utara.
"Meskipun ada perbedaan pendapat, kita semua adalah warga negara Republik Korea," ujar Lee.
Ia berkomitmen untuk menjalin kerja sama yang konstruktif dengan Korea Utara, dengan harapan terwujudnya perdamaian dan saling menguntungkan.
Seremoni pengalihan kekuasaan akan ditandai dengan pengarahan telepon dari komandan tertinggi militer kepada Lee. Selanjutnya, ia dijadwalkan mengunjungi Pemakaman Nasional, sebuah tradisi yang diikuti oleh presiden-presiden sebelumnya, termasuk Yoon.
Pelantikan presiden akan diselenggarakan secara sederhana di Gedung Majelis Nasional, lokasi yang sama ketika Yoon berusaha memberlakukan darurat militer. Acara ini hanya mengundang beberapa ratus tamu, jauh lebih sedikit dibandingkan pelantikan presiden sebelumnya yang dihadiri puluhan ribu orang. Setelah pelantikan, Lee akan menuju kantor kepresidenan untuk membentuk kabinetnya.
Lee telah menyatakan bahwa ia tidak akan menggunakan kantor kepresidenan di Yongsan yang dipindahkan oleh mantan Presiden Yoon dari Blue House. Fokus saat ini tertuju pada penunjukan tokoh-tokoh kunci seperti kepala staf kepresidenan, perdana menteri, dan direktur Badan Intelijen Nasional.
Hari pertama Lee menjabat juga akan diwarnai dengan panggilan telepon dari para pemimpin dunia. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, diperkirakan akan menjadi salah satu yang pertama memberikan ucapan selamat. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, juga telah menyampaikan selamat dan menegaskan kesiapan untuk bekerja sama erat dengan pemerintahan Lee.
"Aliansi Washington dengan Seoul sangat kuat," kata Rubio, menyoroti nilai-nilai bersama dan hubungan ekonomi yang mendalam antara kedua negara.
Kemenangan Lee disambut dengan antusiasme oleh sebagian masyarakat Korea Selatan. Noh Min-young (20), seorang aktivis yang menentang upaya darurat militer Yoon, mengungkapkan optimismenya.
"Saya senang sekarang. Tidak ada risiko hasil pemilu dibatalkan, dan marginnya cukup untuk tidak kehilangan momentum dalam memberantas pemberontakan atau menerapkan kebijakan," kata Noh.
Namun, beberapa analis berpendapat bahwa kemenangan Lee lebih disebabkan oleh kelemahan lawannya. Kim Moon-soo dianggap kurang berhasil dalam menggalang dukungan karena konflik internal di kubu konservatif dan munculnya kandidat pihak ketiga.
Profesor Sosiologi dari Universitas Stanford, Gi-Wook Shin, memprediksi bahwa kepemimpinan Lee akan membawa perubahan signifikan dalam kebijakan luar negeri Korea Selatan.
"Lee diharapkan memprioritaskan aliansi dengan Amerika Serikat sambil menjalin hubungan dengan China dan Korea Utara," ujarnya.
Pendekatan ini dianggap sebagai perbedaan dari kebijakan presiden sebelumnya, yang cenderung memfokuskan pada hubungan bilateral dengan AS dan Korea Utara secara terpisah.