Fenomena Mengemis di Ponorogo: Pendapatan Fantastis Saingi Gaji PNS, Undang Keprihatinan

Fenomena Mengemis di Ponorogo: Pendapatan Fantastis Saingi Gaji PNS, Undang Keprihatinan

Sebuah kasus mengemis di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, baru-baru ini mengungkap fakta mengejutkan. Seorang wanita berinisial WN, warga Kabupaten Madiun, terungkap mampu meraup penghasilan hingga Rp 6 juta per bulan dari aktivitas mengemis. Angka tersebut bahkan melampaui pendapatan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan IV, memicu keprihatinan dan mengundang pertanyaan tentang efektivitas program bantuan sosial. Modus operandi WN yang membawa serta anak balitanya berusia 2,5 tahun untuk menarik simpati pengguna jalan, semakin memperparah situasi. Praktik ini tidak hanya mengkhawatirkan dari sisi ekonomi, tetapi juga menyoroti aspek perlindungan anak yang terabaikan.

Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Ponorogo, Supriyadi, mengungkapkan bahwa WN setiap hari beroperasi di perempatan Jalan Pabrik Es. Dalam waktu tiga jam saja, ia mampu mengumpulkan uang hingga Rp 160.000. “Sehari Rp 200 ribu lebih, kalikan saja 30 hari. Bisa 6 juta sebulan,” ujar Supriyadi dalam keterangannya, Senin (10/3/2025). Ironisnya, WN dan keluarganya diketahui telah menerima berbagai bantuan pemerintah, termasuk Program Indonesia Pintar (PIP) dan bantuan sosial lainnya. Namun, upaya tersebut terbukti belum cukup efektif untuk mencegah WN dan keluarganya dari kegiatan mengemis yang memberikan pendapatan jauh lebih besar.

Lebih mengejutkan lagi, kondisi ekonomi keluarga WN tidaklah seperti yang terlihat. Supriyadi memaparkan bahwa WN dan suaminya datang ke lokasi mengemis menggunakan sepeda motor pribadi. Anaknya yang lebih besar pun juga memiliki kendaraan sendiri. Fakta ini semakin mempertegas bahwa aktivitas mengemis yang dilakukan WN bukanlah semata-mata karena desakan ekonomi yang sangat sulit. Ketika dihadapkan pada petugas Dinsos P3A, WN dan suaminya secara terbuka mengaku akan tetap melanjutkan aktivitas mengemis meskipun telah beberapa kali ditertibkan, karena keuntungan yang didapat sangat besar. WN bahkan menyatakan akan berpindah ke kota lain jika ada razia serupa.

Maraknya praktik mengemis di Ponorogo, khususnya selama bulan Ramadan, mendorong Dinsos P3A untuk melakukan tindakan tegas. Supriyadi menghimbau masyarakat agar tidak memberikan uang kepada pengemis, terutama yang membawa anak kecil. Ia menekankan bahwa pemberian uang justru akan memperpanjang siklus kemiskinan dan dapat membahayakan keselamatan anak-anak yang terlibat. “Treatment-nya ya bagaimana orang di jalan ndak usah kasihan. Kasihan lagi jika kita tetap ngasih, pengemis membawa anak dibiarkan duduk lalu lari-lari dan tertabrak. Ya mending tidak usah dikasih, nanti kan akhirnya tidak mengemis. Uangnya dikasih lembaga resmi misal panti asuhan,” jelas Supriyadi.

Sebagai solusi jangka panjang, Dinsos P3A berencana untuk terus melakukan razia dan memastikan bahwa bantuan sosial tepat sasaran, diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Permasalahan ini membutuhkan pendekatan multipihak, melibatkan pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait untuk memberantas praktik mengemis dan melindungi hak-hak anak.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan:

  • Meningkatkan efektivitas pengawasan dan penindakan terhadap praktik mengemis.
  • Penguatan program bantuan sosial yang tepat sasaran dan terintegrasi.
  • Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar tidak memberikan uang kepada pengemis.
  • Peningkatan perlindungan anak dan penegakan hukum terhadap eksploitasi anak.
  • Pengembangan program pemberdayaan ekonomi bagi keluarga miskin.