Indonesia Berupaya Perluas Wewenang KPK Demi Keanggotaan OECD

Pemerintah Indonesia tengah mengupayakan perluasan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu langkah strategis untuk memenuhi persyaratan menjadi anggota penuh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Langkah ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers virtual yang diselenggarakan pada Rabu (4/6/2025).

Fokus utama dari perluasan wewenang KPK adalah partisipasi aktif dalam Konvensi Anti Suap OECD (OECD Anti-Bribery Convention). Menurut Airlangga, keikutsertaan dalam konvensi ini merupakan salah satu syarat utama yang diajukan oleh OECD kepada Indonesia. Dengan bergabung dalam konvensi ini, KPK akan memiliki mandat yang lebih luas untuk memberantas praktik korupsi yang melibatkan pejabat publik asing dalam transaksi bisnis internasional. Saat ini, KPK belum memiliki landasan hukum yang kuat untuk menangani kasus-kasus korupsi lintas batas negara. Dengan ratifikasi konvensi ini, KPK akan memiliki "tools" yang diperlukan untuk mengkriminalisasi penyuapan pejabat publik asing dalam transaksi bisnis internasional.

Selain isu pemberantasan korupsi lintas batas, OECD juga memberikan perhatian pada aspek-aspek lain yang perlu ditingkatkan oleh Indonesia. Beberapa di antaranya mencakup:

  • Transformasi UMKM dari sektor informal menjadi formal, yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional.
  • Peningkatan standar kualitas pendidikan Indonesia agar setara dengan standar OECD melalui Programme for International Student Assessment (PISA).
  • Penguatan sistem kesehatan nasional agar lebih tangguh, berorientasi pada masyarakat, dan mampu memberikan layanan kesehatan universal kepada seluruh warga negara.
  • Akselerasi kebijakan ekonomi digital, kecerdasan buatan (AI), dan e-government sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh OECD.

Saat ini, proses aksesi Indonesia ke OECD telah mencapai tahap penyerahan dokumen initial memorandum. Dokumen ini memuat 25 kebijakan prioritas yang terklasifikasi dalam 32 topik, yang merupakan hasil self-assessment Indonesia terhadap kesesuaian kebijakan nasional dengan instrumen OECD. Dokumen tersebut telah diserahkan secara resmi kepada Sekretaris Jenderal OECD, Mathias Cormann, pada 3 Juni 2025, di sela-sela Pertemuan Tingkat Menteri OECD 2025 di Paris, Perancis.

Dengan langkah-langkah ini, Indonesia menunjukkan komitmennya untuk memenuhi standar internasional yang ditetapkan oleh OECD dan meningkatkan daya saing serta kualitas hidup masyarakatnya.