Gubernur Bali Laporkan Produsen Air Kemasan yang Tidak Patuh Aturan kepada Menteri LHK
Gubernur Bali, Wayan Koster, telah menyampaikan keluhan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait adanya satu produsen air minum dalam kemasan (AMDK) yang belum sepenuhnya mendukung implementasi Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih. Surat edaran tersebut mengatur larangan produksi dan penjualan AMDK plastik sekali pakai dengan volume di bawah 1 liter di wilayah Bali.
Dalam acara Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 di Bali, Koster mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengumpulkan 18 produsen AMDK yang beroperasi di Bali. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas dan menyelaraskan pemahaman terkait penerapan aturan baru tersebut. Namun, dari keseluruhan produsen yang diundang, satu di antaranya tidak hadir dan dianggap belum menunjukkan komitmen yang sama dengan produsen lainnya.
"Kami sudah mengumpulkan para produsen minuman kemasan, ada 18 produsen minuman kemasan plastik di Bali, kami sudah kumpulkan semua, semuanya mendukung, kecuali satu Pak, izin saya harus menjemput Pak, yang satu ini yang belum," ujar Koster.
Gubernur Koster menjelaskan bahwa sebagian besar produsen yang hadir dalam pertemuan tersebut telah menyatakan kesediaannya untuk menghentikan produksi AMDK plastik sekali pakai ukuran kecil. Mereka berkomitmen untuk menghabiskan stok produk yang telah diproduksi sebelum aturan ini berlaku efektif sepenuhnya pada Januari 2026. "Yang lain semuanya sudah setuju Pak, menghentikan produksi minuman kemasan plastik sekali pakai dan hanya menghabiskan yang sudah terlanjur diproduksi, jadi sampai bulan Desember," imbuhnya.
Koster berencana untuk mengundang kembali produsen yang belum menyatakan komitmennya tersebut untuk membahas lebih lanjut mengenai implementasi aturan larangan AMDK plastik sekali pakai. Ia berharap, dengan adanya dialog lanjutan, seluruh produsen dapat memahami pentingnya menjaga lingkungan Bali dari sampah plastik.
Selain produsen AMDK, dukungan terhadap aturan ini juga datang dari berbagai pihak, termasuk pusat perbelanjaan, hotel, dan desa adat di seluruh Bali. Sebanyak 96 persen dari 1.500 desa adat di Bali telah mengeluarkan peraturan serupa sejak Juli 2025. Masyarakat Bali juga menunjukkan respons positif terhadap kebijakan ini dengan mulai beralih menggunakan galon dan tumbler, terutama dalam acara keagamaan dan kegiatan sehari-hari.
"Jadi yang minuman kemasan gelas itu sudah tidak ada lagi, di desa-desa. Sekarang ini sudah yang banyak digunakan galon dan tumbler, termasuk di sekolah-sekolah. Jadi responnya sangat bagus," pungkas Koster.