Dampak Perubahan Iklim: Siswa di Pesisir Pekalongan Terancam Putus Sekolah Akibat Banjir Rob

Krisis Iklim Ancam Pendidikan Anak Pesisir Pekalongan: Banjir Rob, Gatal-gatal, dan Hilangnya Fokus Belajar

Perubahan iklim global tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga merambah ke sektor pendidikan, khususnya bagi anak-anak di wilayah pesisir. Sebuah penelitian yang dilakukan di Pekalongan mengungkap bahwa banjir rob yang semakin sering terjadi telah menyebabkan banyak siswa mengalami masalah kesehatan seperti gatal-gatal, yang berujung pada menurunnya fokus belajar.

Dewi Analis Indriyani, seorang peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyoroti bagaimana kondisi ini memperburuk ketimpangan sosial, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak yang tinggal di daerah pesisir. Kenaikan suhu bumi akibat perubahan iklim memicu pencairan es di kutub, meningkatkan volume air laut, dan menyebabkan bencana seperti erosi, abrasi, dan banjir rob.

"Pekalongan mengalami laju penurunan tanah yang sangat mengkhawatirkan, mencapai 20 cm per tahun," ungkap Indriyani. Proyeksi dari riset lain bahkan menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Pekalongan akan tenggelam di bawah permukaan laut pada tahun 2035.

Dampak Banjir Rob terhadap Proses Belajar Mengajar

Penelitian yang berfokus pada tiga kecamatan di Pekalongan, yaitu Menteng Kerto, Tirto, dan Siwalan, menunjukkan bahwa banjir rob tidak hanya melumpuhkan ekonomi dan berdampak pada kesehatan, tetapi juga mengganggu aktivitas pendidikan. Siswa yang datang ke sekolah dalam kondisi basah kuyup seringkali mengalami gatal-gatal dan sakit perut, sehingga guru harus mengalihkan perhatian untuk menangani masalah kesehatan ini.

"Anak-anak yang basah kuyup menimbulkan masalah lanjutan seperti gatal-gatal, sakit perut, yang membuat guru-guru jadi harus menangani masalah kesehatan ini dulu," jelas Indriyani. Bahkan, siswa yang tidak mengalami masalah kesehatan pun sulit berkonsentrasi dan lebih tertarik untuk bermain air.

Banjir rob juga berdampak pada prestasi belajar siswa. Meskipun demikian, beberapa guru mencatat bahwa anak-anak menunjukkan daya tahan fisik yang lebih kuat, yang tercermin dalam prestasi olahraga mereka. Guru-guru berupaya mencari solusi agar kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, seperti memberikan tugas membaca buku atau merekam proses mengajar secara online.

Keterbatasan Sumber Daya dan Kerusakan Infrastruktur

Namun, keterbatasan sumber daya seperti bahan bacaan dan akses internet menjadi kendala dalam implementasi metode pembelajaran online. Selain itu, banjir rob juga merusak infrastruktur sekolah, membuat bangunan menjadi rentan ambruk dan membahayakan keselamatan siswa dan guru. Relokasi sekolah pun bukan solusi ideal karena keterbatasan ruang.

Padahal, hak anak untuk mendapatkan pendidikan telah dijamin secara internasional dalam Konvensi Hak Anak (UNHCR) dan secara nasional dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Pekalongan menjadi contoh nyata bagaimana krisis iklim mengancam akses, kesempatan, dan masa depan pendidikan bagi generasi muda.

Oleh karena itu, Indriyani menekankan perlunya perhatian serius dari pemerintah, khususnya dinas pendidikan, untuk mengatasi masalah ini. Ia juga menyarankan agar pemerintah melibatkan berbagai pihak seperti orang tua, guru, dan siswa dalam proses pengambilan keputusan terkait penanggulangan masalah pendidikan akibat perubahan iklim.