Projo Tegaskan Gibran Rakabuming Raka Bebas dari Pelanggaran Hukum, Isu Pemakzulan Dianggap Tidak Berdasar

Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan pengamat politik. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Pro Jokowi (Projo), Fredy Damanik, dengan tegas menyatakan bahwa Gibran tidak pernah melakukan pelanggaran hukum apapun yang dapat dijadikan dasar untuk pemakzulan.

Fredy Damanik menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden hanya dapat dilakukan jika terbukti melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini, Gibran tidak pernah terbukti melakukan pelanggaran hukum apapun, bahkan tidak pernah menjalani proses hukum sebagai tersangka atau terdakwa.

Fredy Damanik juga menanggapi usulan dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang meminta DPR dan MPR untuk memproses pemakzulan Gibran. Ia menilai usulan tersebut tidak berdasar dan hanya akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Ia bahkan berpendapat bahwa jika DPR dan MPR membahas usulan tersebut, hal itu justru dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

Lebih lanjut, Fredy Damanik meyakini bahwa usulan pemakzulan Gibran tidak akan ditindaklanjuti secara politik. Ia menjelaskan bahwa saat ini, Prabowo Subianto dan Gibran didukung oleh mayoritas partai politik di DPR yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Ia juga menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa untuk mencapai kemajuan. Menurutnya, negara yang pemimpinnya terpecah belah akan sulit untuk maju dan bahkan dapat hancur.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menjelaskan bahwa proses pemakzulan pimpinan negara bukanlah hal yang mudah dan melibatkan berbagai lembaga negara, termasuk DPR, MPR, dan Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mengatakan bahwa prosesnya panjang dan kompleks, sehingga tidak semudah yang dibayangkan.

Berikut adalah tahapan-tahapan dalam proses pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden berdasarkan Pasal 7A UUD 1945:

  • Sidang pleno DPR yang dihadiri minimal 2/3 dari jumlah anggota DPR.
  • Persetujuan dari 2/3 peserta sidang pleno DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran.
  • Pengajuan hasil sidang pleno DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diproses.
  • MK memutuskan ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.
  • Jika MK memutuskan ada pelanggaran, hasil dari MK dibawa ke MPR untuk memproses pemakzulan.
  • Pemakzulan diputuskan melalui Keputusan MPR jika sidang pleno diikuti oleh 2/3 anggota MPR dan disetujui oleh 2/3 dari anggota yang hadir.