Reboisasi Hutan Tropis: Strategi Efektif Redam Pemanasan Global, Perlu Disertai Pengurangan Emisi
Upaya penanaman kembali hutan, terutama di kawasan tropis, dipandang sebagai langkah signifikan dalam menanggulangi perubahan iklim. Sebuah studi terbaru dari University of California Riverside menyoroti efektivitas strategi ini, meskipun menekankan pentingnya kombinasi dengan pengurangan emisi gas rumah kaca secara drastis. Studi ini memberikan pandangan komprehensif tentang bagaimana hutan mempengaruhi iklim global, dengan mempertimbangkan berbagai faktor selain penyerapan karbon.
Penelitian tersebut menggunakan pemodelan untuk menganalisis dampak dari reboisasi seluas 12 juta kilometer persegi, setara dengan target penanaman satu triliun pohon. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun reboisasi dapat memberikan kontribusi positif, upaya ini tidak dapat sepenuhnya membalikkan dampak perubahan iklim akibat aktivitas manusia. Para ilmuwan memperkirakan bahwa Bumi telah kehilangan hampir separuh dari total pohonnya sejak dimulainya era industrialisasi, yaitu sekitar tiga triliun pohon.
Robert Allen, ilmuwan iklim dari UC Riverside dan penulis utama studi ini, menekankan bahwa reboisasi bukanlah solusi tunggal untuk masalah pemanasan global. Ia menyatakan bahwa reboisasi harus berjalan seiring dengan pengurangan emisi yang signifikan. Studi ini tidak hanya memperhitungkan peran hutan sebagai penyerap karbon, tetapi juga sebagai agen kimia yang melepaskan senyawa organik volatil (BVOC). Senyawa-senyawa ini dapat memicu proses di atmosfer yang berkontribusi pada efek pendinginan.
Pelepasan BVOC oleh pohon dapat menciptakan partikel yang memantulkan sinar matahari dan meningkatkan pembentukan awan, yang keduanya membantu mendinginkan planet. Studi ini juga menemukan bahwa hutan tropis menawarkan efek pendinginan yang lebih besar dibandingkan hutan di wilayah lain. Hal ini disebabkan karena hutan tropis sangat efisien dalam menyerap karbon dan melepaskan BVOC pendingin. Selain itu, hutan tropis tidak menimbulkan masalah "efek penggelapan permukaan" yang signifikan seperti yang terjadi di wilayah bersalju di lintang tinggi. Penanaman pohon di wilayah bersalju dapat meningkatkan pemanasan lokal karena kanopi gelap menyerap panas matahari yang seharusnya dipantulkan oleh salju.
Selain dampaknya terhadap suhu global, penanaman pohon juga memiliki implikasi terhadap kualitas udara lokal dan iklim regional. Emisi BVOC dari pohon dapat memiliki efek ganda, yaitu mengurangi ozon berbahaya tetapi juga meningkatkan partikel halus yang buruk bagi kesehatan. Temuan ini menekankan pentingnya mempertimbangkan semua aspek dampak lingkungan dari strategi mitigasi iklim. Upaya reboisasi lokal berskala kecil juga dapat memberikan manfaat lingkungan yang berarti bagi iklim regional.
Antony Thomas, mahasiswa pascasarjana di Departemen Ilmu Bumi dan Planet UC Riverside yang juga merupakan salah satu penulis penelitian ini, mengatakan bahwa upaya reboisasi yang lebih kecil tetap dapat memberikan dampak nyata pada iklim regional. Meskipun model tersebut optimis, para peneliti mengakui bahwa reboisasi seluruh area yang sebelumnya berhutan sangat tidak mungkin dilakukan. Sebagian besar lahan tersebut sekarang digunakan untuk pertanian, peternakan, atau pembangunan perkotaan, sehingga menimbulkan pertanyaan sulit tentang penggunaan lahan dan ketahanan pangan. Allen menambahkan bahwa dengan populasi dunia yang mencapai delapan miliar, keputusan cermat perlu diambil terkait lokasi penanaman pohon. Peluang terbaik terletak di daerah tropis, tetapi daerah ini juga merupakan wilayah yang terus mengalami deforestasi.
Kesimpulannya, studi ini menegaskan bahwa restorasi hutan merupakan bagian penting dari solusi iklim, tetapi tidak dapat berdiri sendiri. Upaya reboisasi harus diimbangi dengan pengurangan emisi gas rumah kaca secara global untuk mencapai hasil yang optimal dalam memerangi perubahan iklim.