Polemik Revisi UU Keuangan Haji: Pemisahan Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Jadi Sorotan
Rancangan revisi Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji menuai diskusi hangat di kalangan berbagai pihak. Isu krusial yang mengemuka adalah urgensi mempertahankan independensi antara lembaga yang bertanggung jawab mengelola dana haji dan lembaga yang bertugas menyelenggarakan ibadah haji.
Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, secara tegas menyatakan dukungannya terhadap pemisahan fungsi ini. Menurutnya, pemisahan yang ada saat ini lebih ideal, namun kemandirian Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) harus diperkuat. Ia menekankan bahwa dana pokok setoran haji tidak boleh digunakan untuk subsidi biaya keberangkatan, melainkan hanya hasil pengelolaannya saja yang diperbolehkan. Pemanfaatan dana setoran haji harus dikelola secara transparan dan sesuai Undang-undang agar tidak terjadi penyimpangan.
Anwar Abbas mendukung BPKH sebagai lembaga mandiri yang mengelola dana haji. Namun demikian, evaluasi terhadap sistem yang berjalan tetap diperlukan.
BPKH sendiri meyakinkan publik bahwa pengelolaan dana haji dilakukan secara transparan, berhati-hati, dan sesuai prinsip syariah. Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah, menjelaskan bahwa seluruh investasi dilakukan sesuai regulasi dan dilaporkan secara terbuka kepada masyarakat. BPKH mengklaim nilai manfaat investasi melampaui target yang ditetapkan. Bentuk keterbukaan publik adalah laporan keuangan yang dapat diakses oleh masyarakat.
Dalam laporan keuangan konsolidasi tahun 2024 (unaudited), BPKH mencatat nilai manfaat dari investasi dan penempatan dana sebesar Rp 11,63 triliun, atau 101,02 persen dari target. Mayoritas dana ditempatkan pada instrumen syariah yang likuid, seperti deposito di bank syariah, untuk memastikan ketersediaan dana yang cukup untuk dua kali Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Fadlul Imansyah juga menjelaskan perubahan proporsi penempatan dana di bank syariah pada tahun 2024, yaitu sebesar 23,75 persen, mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk memaksimalkan hasil investasi melalui instrumen lain yang tetap berpegang pada prinsip syariah. Baginya, prinsip syariah dan kehati-hatian menjadi prioritas utama dalam mengelola dana umat agar jemaah haji dapat melaksanakan ibadah dengan tenang.
Saat ini, laporan keuangan BPKH sedang dalam proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. BPKH telah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK selama enam tahun terakhir. Hal ini menunjukkan komitmen BPKH terhadap transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji. Hal ini menjadi sorotan banyak pihak terkait revisi UU Keuangan Haji.