Debat Sengit Warnai Sidang Hasto Kristiyanto: Ahli Hukum Dikonfrontasi Soal Beban Pembuktian
Sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menyeret Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (5/6/2025) diwarnai perdebatan sengit terkait beban pembuktian dan tanggung jawab pidana. Tim kuasa hukum Hasto mencecar ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, yang dihadirkan oleh jaksa KPK.
Perdebatan dimulai ketika kuasa hukum Hasto, Patra M Zen, mempertanyakan definisi dan penerapan beban pembuktian dalam hukum pidana.
- Patra M Zen: "Beban pembuktian itu bisa diterangkan? Apa itu beban pembuktian itu?"
- Muhammad Fatahillah Akbar: "Beban pembuktian adalah siapa yang wajib membuktikan."
- Patra M Zen: "Kalau di dalam perkara pidana, perkara suap, perintangan penyidikan, siapa yang dibebani membuktikan?"
- Muhammad Fatahillah Akbar: "Kalau dalam konteks pemeriksaan sidang di pengadilan penuntut umum yang berwenang."
- Patra M Zen: "Terdakwa punya beban nggak membuktikan?"
- Muhammad Fatahillah Akbar: "Enggak."
Patra kemudian menggali lebih dalam terkait konsep guilt (kesalahan) dan responsibility (tanggung jawab) menurut pandangan ahli. Ia mengutip pemikiran Karl Jaspers untuk memperjelas perbedaan kedua konsep tersebut. Fatahillah Akbar menjelaskan bahwa kesalahan adalah prasyarat untuk membebankan tanggung jawab pidana kepada seseorang. Patra lalu mengutip Black's Law Dictionary untuk memperkuat argumennya bahwa tanggung jawab pidana melekat pada pihak yang melakukan kesalahan.
Untuk memberikan gambaran konkret, Patra mengumpamakan situasi di mana seseorang mencatut namanya untuk melakukan penipuan. Ia bertanya kepada ahli siapa yang seharusnya bertanggung jawab dalam kasus tersebut. Fatahillah Akbar menjawab bahwa pihak yang mencatut nama dan melakukan penipuanlah yang harus bertanggung jawab, dan hal ini harus dibuktikan melalui proses hukum.
Kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto sendiri terkait dengan dugaan menghalangi penyidikan kasus suap yang melibatkan Harun Masiku, seorang buronan KPK sejak tahun 2020. Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku untuk merendam handphone dan bersembunyi di kantor DPP PDIP agar tidak terlacak oleh KPK. Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sebesar Rp 600 juta untuk memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 atas nama Harun Masiku.
Dalam dakwaan, Hasto disebut melakukan tindak pidana tersebut bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Donny Tri Istiqomah telah ditetapkan sebagai tersangka, Saeful Bahri telah divonis bersalah, sementara Harun Masiku masih buron.