Komnas HAM Menanti Koordinasi Terkait Penulisan Ulang Sejarah Nasional
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan belum menjalin komunikasi resmi dengan Kementerian Kebudayaan terkait rencana penulisan ulang sejarah Indonesia. Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengungkapkan perlunya koordinasi untuk membahas secara mendalam materi yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat.
"Sejauh ini, Komnas HAM belum terlibat dalam diskusi atau koordinasi formal dengan Kementerian Kebudayaan mengenai penulisan ulang sejarah Indonesia," kata Anis di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Anis menekankan pentingnya koordinasi, terutama dalam penulisan bagian sejarah yang menyangkut pelanggaran HAM berat. Pihaknya juga menyoroti perlunya pemahaman yang jelas mengenai "tone positif" yang ingin diusung oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, dalam proyek penulisan ulang sejarah ini.
"Koordinasi dengan Kementerian Kebudayaan menjadi krusial, terutama karena penulisan sejarah akan mencakup peristiwa pelanggaran HAM berat. Kami juga perlu memahami maksud dari penggunaan istilah 'tone positif' dalam konteks ini," jelas Anis.
Komnas HAM memiliki catatan mendalam mengenai penderitaan korban pelanggaran HAM berat di masa lalu, termasuk:
- Diskriminasi
- Stigmatisasi negatif dari masyarakat
- Dampak ekonomi yang berkepanjangan
Komnas HAM berharap hasil penyelidikan dan penelitian yang telah dilakukan dapat menjadi referensi penting bagi Kementerian Kebudayaan dalam penulisan sejarah yang komprehensif dan akurat. Anis menambahkan, "Kami berharap hasil investigasi pelanggaran HAM berat yang telah dilakukan Komnas HAM dapat menjadi acuan dalam penulisan sejarah ini."
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia akan dilakukan dengan pendekatan yang lebih positif, bukan untuk mencari-cari kesalahan masa lalu.
Fadli menjelaskan bahwa tujuan utama dari penulisan ulang sejarah adalah untuk memperkuat persatuan bangsa dan kepentingan nasional. Ia menanggapi kekhawatiran terkait term of reference (TOR) sejarah yang disusun pemerintah, yang disebut-sebut hanya mencantumkan dua kasus pelanggaran HAM berat.
"Pendekatan kita adalah lebih positif. Mencari kesalahan itu mudah, setiap zaman pasti punya kekurangan," ujar Fadli di Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6/2025).