Atasi Krisis Sampah Plastik: Pemerintah Perketat Tanggung Jawab Produsen
Pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas dalam mengatasi masalah sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana untuk mewajibkan produsen bertanggung jawab penuh atas pengelolaan sampah kemasan produk mereka. Langkah ini merupakan bagian dari upaya memperluas tanggung jawab produsen (Extended Producer Responsibility/EPR), yang sebelumnya bersifat sukarela, menjadi sebuah kewajiban yang mengikat.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan komitmen pemerintah untuk meningkatkan pengelolaan sampah secara signifikan. Dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup 2025, Hanif menyampaikan bahwa perubahan mendasar diperlukan untuk mencapai target pengurangan sampah nasional. "Di negara-negara maju, EPR sudah menjadi kewajiban. Kita akan tingkatkan dari sukarela menjadi wajib. Artinya, jika sebuah perusahaan memproduksi 5 ton kemasan, mereka harus bertanggung jawab untuk menangani 5 ton sampah tersebut," ujarnya.
KLHK saat ini sedang merevisi Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Revisi ini dilakukan karena tingkat kepatuhan produsen terhadap kebijakan yang ada masih sangat rendah. Selain itu, masa berlaku Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jakstranas) juga akan segera berakhir. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 menargetkan pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sebesar 70 persen pada tahun 2025. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa pengelolaan sampah baru mencapai 39,01 persen, jauh dari target yang diharapkan.
Proses perubahan kebijakan ini melibatkan serangkaian diskusi dan koordinasi lintas kementerian dan lembaga pemerintah. Selain itu, KLHK juga akan melakukan sosialisasi intensif dengan para pemangku kepentingan, termasuk produsen, pelaku industri daur ulang, dan masyarakat umum. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua pihak memahami dan mendukung perubahan kebijakan ini.
"Kami menargetkan proses revisi selesai pada bulan Agustus. Rencana kebijakan strategis nasional tentang penanganan sampah harus segera diselesaikan," kata Hanif.
Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan bahwa total timbulan sampah di Indonesia mencapai 34,2 juta ton pada tahun 2024. Dari jumlah tersebut, 19,74 persen merupakan sampah plastik. Data ini dikumpulkan dari 317 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, menunjukkan skala permasalahan yang besar dan mendesak untuk segera ditangani.
Beberapa poin penting yang menjadi fokus dalam perubahan kebijakan EPR ini antara lain:
- Penetapan Target yang Lebih Ambisius: Pemerintah akan menetapkan target pengurangan dan pengelolaan sampah yang lebih ambisius, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan konsumsi masyarakat.
- Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum: KLHK akan meningkatkan pengawasan terhadap produsen dan memberikan sanksi tegas bagi mereka yang tidak memenuhi kewajiban EPR.
- Pengembangan Infrastruktur Daur Ulang: Pemerintah akan mendorong pengembangan infrastruktur daur ulang yang lebih modern dan efisien, serta meningkatkan peran sektor informal dalam pengelolaan sampah.
- Edukasi dan Kampanye Publik: KLHK akan terus melakukan edukasi dan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengurangi, memilah, dan mendaur ulang sampah.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat mengatasi krisis sampah plastik di Indonesia dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan.