Amerika Serikat Veto Resolusi Gencatan Senjata Gaza di Dewan Keamanan PBB, Tegaskan Dukungan untuk Israel

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) kembali menjadi ajang perdebatan sengit terkait konflik yang berkecamuk di Gaza. Amerika Serikat, dengan hak vetonya, menggagalkan upaya pengesahan draf resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera dan pemberian akses kemanusiaan tanpa hambatan ke wilayah tersebut. Langkah ini mencerminkan posisi teguh Washington dalam mendukung Israel di forum internasional.

Pemungutan suara yang berlangsung pada Rabu (4/6) menjadi sorotan dunia, menandai kali pertama DK PBB bersidang khusus membahas perang Gaza sejak November tahun lalu. Resolusi yang diusulkan menuai dukungan luas dari anggota dewan lainnya, dengan perolehan 14 suara setuju berbanding 1 suara menolak yang datang dari Amerika Serikat. Penolakan ini sekaligus mengirimkan sinyal jelas bahwa Washington merasa resolusi tersebut berpotensi mengganggu upaya diplomasi yang sedang berjalan untuk meredakan ketegangan.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, menegaskan bahwa veto tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap resolusi yang dinilai kontraproduktif dan secara tidak adil menyudutkan Israel. Dalam pernyataannya setelah pemungutan suara, Rubio menyatakan bahwa Amerika Serikat akan terus memberikan dukungan kepada Israel di PBB.

Keputusan Amerika Serikat ini kemungkinan besar akan memperdalam perpecahan di antara anggota DK PBB mengenai cara terbaik untuk mengatasi krisis kemanusiaan dan mencapai perdamaian abadi di wilayah tersebut. Sementara itu, pihak-pihak yang mendukung resolusi gencatan senjata menyatakan kekecewaannya atas veto tersebut, dan menekankan perlunya tindakan segera untuk melindungi warga sipil di Gaza dan memastikan akses bantuan kemanusiaan.

Konflik Israel-Palestina terus menjadi isu yang kompleks dan memecah belah di panggung internasional. Veto Amerika Serikat terhadap resolusi gencatan senjata Gaza di DK PBB semakin menegaskan peran Amerika Serikat sebagai sekutu utama Israel, serta memperlihatkan tantangan besar dalam mencapai konsensus global mengenai penyelesaian konflik tersebut.