Koperasi BLN Salatiga Diterpa Tudingan Penipuan Dana Anggota, Pihak Koperasi Buka Suara

Polemik yang menerpa Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN) terkait dugaan penipuan dana anggota hingga miliaran rupiah, mendorong pihak koperasi untuk memberikan klarifikasi. Melalui kuasa hukumnya, Muhammad Sofyan dan Hendri Adi Wibowo, Koperasi BLN menegaskan status badan hukumnya dan membantah tudingan sebagai lembaga investasi ilegal.

"Kami tegaskan bahwa BLN adalah koperasi yang sah, berbadan hukum, dan terdaftar di bawah Kementerian dan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Jawa Tengah. Kami beroperasi sesuai dengan Undang-Undang Koperasi, bukan sebagai lembaga investasi," ujar Sofyan dalam keterangan pers di Salatiga, Kamis (5/6/2025).

Sofyan menjelaskan bahwa Koperasi BLN memiliki sejumlah produk simpanan, antara lain Sijangkung, Sipintar, Siindah, Simapan, dan Sirutplus. Produk Sipintar, menurutnya, menjadi yang paling diminati anggota dengan iming-iming bunga 4,17 persen per bulan. Koperasi ini telah beroperasi sejak Januari 2019, dan mengklaim telah memberikan keuntungan kepada anggota sebesar Rp 2,9 miliar per hari, atau sekitar Rp 90 miliar per bulan, yang tersebar di 109.000 bilyet atau sertifikat pada lima produk tersebut.

Namun, pada Maret 2025, pengurus Koperasi BLN mengambil kebijakan kontroversial, yaitu mengonversi keanggotaan dari Sipintar ke Sijangkung dengan tingkat bunga yang lebih rendah, yaitu 2 persen. Kebijakan ini, menurut Sofyan, telah disosialisasikan kepada anggota pada 17 Maret 2025. Akan tetapi, konversi ini memicu protes dari sebagian anggota yang merasa dirugikan.

"Kami menghargai hak anggota untuk menempuh jalur hukum jika merasa dirugikan. Termasuk adanya gugatan class action dari anggota pemegang Sipintar. Bagi anggota yang merasa dirugikan, mekanisme tersebut terbuka lebar," kata Sofyan.

Pihak Koperasi BLN mengakui adanya audit internal terkait kondisi keuangan koperasi. Audit ini dilakukan sebagai bagian dari tertib administrasi dan untuk menanggapi permasalahan hukum yang muncul.

"Audit ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi keuangan koperasi, termasuk tolok ukur keuntungan yang telah dibagikan kepada anggota," jelas Sofyan.

Sofyan juga mengakui adanya keterlambatan pembayaran kepada anggota, meskipun sebagian masih menerima pembayaran secara rutin. Pihaknya menegaskan tidak akan lari dari tanggung jawab dan berupaya mencari solusi terbaik.

Sebagai langkah percepatan pemulihan kondisi koperasi, Koperasi BLN telah berkoordinasi dengan Kementerian Koperasi dan diminta untuk segera melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT). RAT, menurut Sofyan, merupakan forum tertinggi pengambilan keputusan di koperasi.

Sebelumnya, delapan anggota Koperasi BLN mengajukan gugatan class action ke Pengadilan Negeri Salatiga pada Rabu (28/5/2025). Gugatan tersebut dilayangkan atas dugaan perbuatan melawan hukum terkait keputusan sepihak mengonversi program simpanan anggota.

Kuasa hukum penggugat, Nirwan Kusuma, menjelaskan bahwa gugatan class action diajukan karena kerugian yang dialami anggota bersifat masif dan menyangkut kepentingan hukum yang sama. "Kami menilai BLN telah melakukan perbuatan melawan hukum karena keputusan sepihak yang dilakukan pihak koperasi," ujar Nirwan.

Menurut Nirwan, total anggota Koperasi BLN mencapai sekitar 40.000 orang dengan akumulasi modal yang disetorkan mencapai Rp 3,1 triliun. Permasalahan muncul setelah dikeluarkannya surat No. 04.111/BLN/III/2025 tertanggal 17 Maret 2025, yang mengumumkan konversi program Sipintar.

Selain penurunan bunga, anggota juga mengeluhkan keterlambatan pembayaran dan kesulitan menarik dana yang telah disetorkan. "Kerugian anggota tidak hanya karena penurunan bunga, tapi juga keterlambatan bayar. Bahkan anggota yang akan menarik dananya sampai sekarang tidak bisa," tegas Nirwan.

Kuasa hukum lainnya, Sultan Bima Sakti, menjelaskan bahwa pihak BLN berdalih kesulitan keuangan terjadi akibat penundaan pembayaran oleh mitra usaha serta dampak perekonomian global.

Anggota koperasi berasal dari berbagai latar belakang dengan nilai simpanan yang bervariasi. "Mereka menyetor ke BLN minimal Rp 1,2 juta hingga miliaran. Asal uang tersebut ada yang berutang di lembaga keuangan lain, sehingga saat ada konversi di BLN dengan bunga lebih rendah, banyak yang tidak bisa mengangsur," ujarnya.

Tim kuasa hukum penggugat menegaskan bahwa gugatan ini bertujuan agar BLN mengembalikan modal dan bunga yang dijanjikan kepada anggota.