Sidang Kasus Hasto, Tim Kuasa Hukum Singgung Negeri Fiktif dan Peran Penyidik
Tim Hukum Hasto Pertanyakan Validitas Keterangan Penyidik dalam Sidang
Dalam sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, tim kuasa hukumnya menyoroti peran dan validitas keterangan penyidik yang dihadirkan sebagai saksi. Mereka mempertanyakan apakah seorang penyidik yang juga menjadi saksi di persidangan dapat memberikan kesaksian yang objektif, terutama jika kesaksian tersebut didasarkan pada berkas pemeriksaan dan keterangan saksi lain.
Pertanyaan ini diajukan oleh Ronny Talapessy, salah satu anggota tim kuasa hukum Hasto, kepada ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar. Fatahillah dihadirkan oleh jaksa KPK sebagai ahli dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam interogasinya, Ronny menggunakan analogi "Negeri Antah Berantah" dan "Negeri Konoha" untuk menggambarkan situasi di mana seorang penyidik yang terlibat dalam proses pemeriksaan berkas dan saksi kemudian dihadirkan di persidangan untuk menceritakan hasil pemeriksaan tersebut. Ronny mempertanyakan apakah praktik semacam itu diperbolehkan secara hukum.
Fatahillah menjelaskan bahwa seorang saksi hanya boleh memberikan keterangan berdasarkan apa yang dialami, dilihat, dan didengarnya sendiri. Jika saksi tersebut hanya menceritakan hasil pemeriksaan yang dilakukan sebelumnya, keterangan tersebut seharusnya disampaikan oleh saksi yang bersangkutan. Ronny kemudian mempertanyakan apakah keterangan yang disampaikan oleh penyidik yang menjadi saksi memiliki kekuatan pembuktian, mengingat penyidik tersebut memberikan kesaksian berdasarkan berkas perkara.
Fatahillah mengakui bahwa praktik penyidik menjadi saksi sudah banyak terjadi dan memiliki yurisprudensi. Namun, Ronny terus mencecar ahli tersebut dengan pertanyaan yang lebih spesifik, yaitu apakah penyidik dapat menjelaskan kembali peristiwa berdasarkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang telah mereka periksa. Setelah beberapa kali dicecar, Fatahillah akhirnya menjawab "tidak bisa".
Kasus yang Menjerat Hasto Kristiyanto
Hasto Kristiyanto menjadi terdakwa dalam kasus dugaan merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Ia diduga menghalangi upaya KPK untuk menangkap Harun Masiku yang telah menjadi buron sejak tahun 2020.
Menurut dakwaan jaksa, Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku untuk merendam handphone agar tidak terlacak oleh KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Selain itu, Hasto juga diduga memerintahkan Harun Masiku untuk bersiaga di kantor DPP PDIP agar tidak terlacak oleh KPK. Hasto juga dituduh memerintahkan anak buahnya untuk menenggelamkan ponselnya menjelang pemeriksaan oleh KPK. Akibat tindakan tersebut, Harun Masiku hingga saat ini belum berhasil ditangkap.
Selain dugaan menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa menyuap mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sebesar Rp 600 juta. Suap tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan membantu mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 atas nama Harun Masiku.
Dalam dakwaan tersebut, Hasto disebut melakukan suap bersama-sama dengan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Donny Tri Istiqomah saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka, sementara Saeful Bahri telah divonis bersalah. Harun Masiku sendiri masih berstatus buron.