Perbedaan Suap Aktif dan Pasif Dikuak Ahli Hukum Pidana dalam Sidang Kasus Hasto Kristiyanto
Ahli Hukum UGM Ungkap Perbedaan Suap Aktif dan Pasif dalam Sidang Kasus Hasto
Sidang kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, kembali menghadirkan saksi ahli. Kali ini, Muhammad Fatahillah Akbar, seorang ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), memberikan penjelasan mendalam mengenai perbedaan antara suap aktif dan suap pasif di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan pertanyaan kunci kepada ahli terkait definisi suap aktif dan pasif, serta pasal-pasal yang mengatur kedua jenis tindak pidana tersebut. Fatahillah Akbar menjelaskan bahwa dalam konteks dugaan suap, terdapat dua elemen penting, yaitu tindakan memberi dan menerima.
Definisi Suap Aktif dan Pasif
Menurut Fatahillah, suap aktif merujuk pada tindakan memberikan atau menjanjikan sesuatu dengan maksud tertentu. Ia menekankan bahwa delik suap adalah delik berpasangan, yang melibatkan pihak pemberi dan pihak penerima.
"Suap aktif itu berkaitan dengan actus reus, delik suap itu memang delik berpasangan. Jadi ada delik yang memberi dan ada delik yang menerima, dalam konteks delik aktif berati dia adalah orang yang melakukan pemberian atau menjanjikan sesuatu. Itu yang disebut dengan suap aktif," jelas Fatahillah.
Fatahillah menambahkan bahwa suap aktif ini pada dasarnya diatur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b KUHP UU 1 Tahun 2023.
Sementara itu, suap pasif adalah perbuatan menerima pemberian atau sesuatu.
"Suap pasifnya itu adalah bisa digambarkan Pasal 5 ayat 2. Setiap orang yang menerima pemberian sebagaimana di pasal ayat 1 tadi, walaupun penerima suap itu memiliki pasal lebih komprehensif juga karena Pasal 5 ayat 1 itu kemudian bisa disandingkan juga, dialternatifkan dengan beda tipis Pasal 11 maupun Pasal 12 huruf a sebagai praktiknya," kata Fatahillah.
Kasus Hasto Kristiyanto
Dalam kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto, ia didakwa telah melakukan sejumlah tindakan yang diduga menghalangi penyidikan kasus suap yang melibatkan Harun Masiku, seorang buronan sejak tahun 2020. Dakwaan tersebut meliputi perintah kepada Harun Masiku untuk merendam handphone agar tidak terlacak oleh KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020, serta menginstruksikan Harun Masiku untuk selalu berada di kantor DPP PDIP agar tidak terdeteksi oleh KPK.
Selain itu, Hasto juga dituduh memerintahkan anak buahnya untuk menenggelamkan ponsel mereka menjelang pemeriksaan oleh KPK. Tindakan-tindakan ini diduga telah menyebabkan Harun Masiku belum berhasil ditangkap hingga saat ini.
Jaksa penuntut juga mendakwa Hasto telah menyuap mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sebesar Rp 600 juta. Suap tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan membantu mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 atas nama Harun Masiku.
Dalam dakwaan tersebut, Hasto disebut melakukan suap bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Donny Tri Istiqomah saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka, sementara Saeful Bahri telah divonis bersalah. Harun Masiku masih berstatus buron dan dalam pengejaran pihak berwajib.