Praktik Pemesanan Lahan Kamping di Gunung Dikecam, FMI Ingatkan Risiko Keamanan dan Kelestarian Alam

FMI Soroti Maraknya Booking Lahan Kamping di Gunung: Ancaman Bagi Pendaki dan Lingkungan

Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) menyampaikan keprihatinan mendalam terkait praktik pemesanan (booking) lahan area kamping yang semakin marak dilakukan oleh sejumlah trip organizer di berbagai kawasan pendakian gunung di Indonesia. FMI menilai, praktik ini berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan, tidak hanya bagi kenyamanan dan keharmonisan antar-pendaki, tetapi juga terhadap keselamatan, kelestarian lingkungan, dan keberlangsungan ekosistem pegunungan.

Juru Bicara FMI, Gatot Wisnu Wiryawan, menekankan pentingnya kesadaran dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku di setiap kawasan pendakian. Regulasi tersebut mencakup Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan.

"Setiap pendaki, termasuk trip organizer, memiliki kewajiban untuk memahami dan menaati pedoman yang ditetapkan oleh pengelola kawasan, seperti Taman Nasional atau otoritas berwenang lainnya. Salah satu aspek yang sangat penting adalah memastikan bahwa area kamping tidak melebihi kapasitas maksimum yang telah ditentukan," tegas Wisnu.

Risiko Kelebihan Kapasitas dan Dampak Lingkungan

Wisnu menjelaskan bahwa kelebihan kapasitas di area kamping dapat meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan, seperti longsor, kebakaran, atau kesulitan dalam proses evakuasi jika terjadi situasi darurat. Selain itu, kelebihan kapasitas juga dapat memperburuk dampak lingkungan terhadap ekosistem setempat, mengganggu flora dan fauna, serta mencemari sumber air.

FMI menyerukan kepada seluruh pelaku pendakian, baik individu maupun kelompok, untuk menghindari tindakan-tindakan yang dapat memicu konflik, seperti klaim sepihak atas area kamping. Sebaliknya, FMI mendorong sikap saling menghormati, berbagi ruang dengan sesama pendaki, serta memprioritaskan keselamatan dan kelestarian lingkungan.

Tanggung Jawab Bersama Menjaga Kelestarian Alam

FMI mengingatkan bahwa menjaga kelestarian alam adalah tanggung jawab bersama. Setiap pendaki memiliki peran penting dalam meminimalkan dampak lingkungan, antara lain dengan tidak meninggalkan sampah, menjaga kebersihan sumber air, serta menghormati keberadaan flora dan fauna di kawasan pendakian. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

FMI berkomitmen untuk terus berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Taman Nasional, komunitas pendaki, dan trip organizer, untuk memperkuat edukasi, pengawasan, dan penegakan aturan, termasuk penerapan prinsip Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan (K3). Tujuannya adalah untuk menjaga integritas budaya pendakian di Indonesia dan memastikan kenyamanan, keindahan, serta keseimbangan alam dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang.

Viral di Media Sosial

Isu ini mencuat setelah viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan seorang pendaki yang diminta untuk pindah dari area kamping yang telah didirikannya. Alasan pemindahan tersebut adalah karena lahan tersebut telah dipesan (di-booking) oleh pihak lain. Kejadian ini memicu perdebatan dan kecaman dari warganet terhadap praktik booking lahan kamping yang dianggap tidak etis dan merugikan pendaki lain.

Klarifikasi dari Trip Organizer

Salah satu trip organizer yang dituding melakukan praktik booking lahan kamping, Tiga Dewa Adventure Indonesia, telah membantah tuduhan tersebut. Pihak trip organizer menyatakan bahwa mereka tidak pernah melakukan monopoli atau pemblokadean lahan kamping, serta selalu mengedepankan prinsip fairness dalam berinteraksi dengan pendaki lain.

Terlepas dari kontroversi yang ada, FMI berharap agar semua pihak terkait dapat mengambil pelajaran dari kejadian ini dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga etika pendakian, keselamatan, serta kelestarian lingkungan pegunungan.