Amerika Serikat Kembali Gunakan Hak Veto, Blokir Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

Gelombang kekecewaan kembali menerpa dunia internasional setelah Amerika Serikat (AS) sekali lagi menggunakan hak veto untuk menggagalkan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang mendesak penghentian segera dan permanen konflik antara Israel dan kelompok militan Hamas di Gaza. Sikap Washington ini, yang telah berulang kali mereka tunjukkan, kembali menuai kecaman dan pertanyaan tentang peran AS dalam upaya perdamaian di wilayah tersebut.

Ini merupakan keempat kalinya AS memblokir resolusi serupa di DK PBB. Penolakan terbaru ini terjadi di tengah meningkatnya tekanan global untuk mengakhiri konflik yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang mengerikan di Gaza. Alasan utama AS tetap sama, mereka bersikeras bahwa gencatan senjata harus dikaitkan dengan pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas.

"Amerika Serikat telah menegaskan bahwa kami tidak akan mendukung tindakan apa pun yang gagal mengutuk Hamas dan tidak menyerukan Hamas untuk melucuti senjata dan meninggalkan Gaza," tegas Penjabat Duta Besar AS untuk PBB, Dorothy Shea, sebelum pemungutan suara berlangsung.

Langkah ini menjadi sorotan utama karena merupakan veto pertama yang dilakukan pemerintahan Presiden Donald Trump sejak menjabat pada Januari lalu. AS berdalih bahwa resolusi tersebut dapat merusak upaya mereka sendiri dalam menengahi gencatan senjata. Sebagai sekutu utama dan pemasok senjata terbesar Israel, posisi AS dalam konflik ini selalu menjadi perhatian.

Sementara itu, 14 negara anggota DK PBB lainnya memberikan suara mendukung resolusi tersebut. Mereka menyuarakan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza, di mana lebih dari 2 juta orang menghadapi kelaparan dan kekurangan akses terhadap bantuan dasar. Diketahui, Israel telah mencabut blokade selama 11 minggu bulan lalu, namun dampak positifnya belum signifikan.

Pemungutan suara di DK PBB ini berlangsung saat Israel terus melancarkan serangan di Gaza, setelah mengakhiri gencatan senjata selama dua bulan pada bulan Maret. Otoritas kesehatan Gaza melaporkan bahwa serangan Israel telah menewaskan puluhan warga sipil, sementara Israel mengklaim seorang tentaranya tewas dalam pertempuran.

Israel sendiri menolak seruan untuk gencatan senjata tanpa syarat, dengan alasan bahwa Hamas tidak dapat diizinkan untuk tetap berkuasa di Gaza. Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, bahkan menuduh negara-negara yang mendukung resolusi tersebut memilih untuk melakukan peredaan dan penyerahan kepada terorisme.

Hamas pun tidak tinggal diam. Mereka mengutuk veto AS tersebut dan menyebutnya sebagai cerminan "bias buta" pemerintahan AS terhadap Israel. Hamas juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera yang mereka tahan.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, membela tindakan negaranya dengan mengatakan bahwa Washington tidak akan mendukung teks apa pun yang menyamakan Israel dan Hamas, atau mengabaikan hak Israel untuk membela diri. Rubio menegaskan bahwa AS akan terus mendukung Israel di PBB.

Berikut poin-poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Penolakan Berulang: AS telah berulang kali menggunakan hak veto untuk menggagalkan resolusi gencatan senjata di Gaza.
  • Alasan AS: AS berpendapat bahwa gencatan senjata harus dikaitkan dengan pembebasan sandera dan bahwa resolusi tersebut dapat merusak upaya mediasi mereka sendiri.
  • Krisis Kemanusiaan: Situasi kemanusiaan di Gaza terus memburuk, dengan jutaan orang menghadapi kelaparan dan kekurangan akses terhadap bantuan dasar.
  • Posisi Israel: Israel menolak gencatan senjata tanpa syarat dan bersikeras bahwa Hamas tidak dapat diizinkan untuk tetap berkuasa di Gaza.
  • Reaksi Hamas: Hamas mengutuk veto AS dan menuntut pembebasan semua sandera.
  • Dukungan AS untuk Israel: AS menegaskan kembali dukungannya yang tak tergoyahkan untuk Israel di PBB.

Ketegangan antara Israel dan Palestina serta dengan negara pendukungnya masih terus berlanjut, dan upaya untuk mencapai kesepakatan damai jangka panjang masih menghadapi banyak tantangan.