Korupsi di Kemnaker: KPK Tetapkan Delapan Tersangka dalam Kasus Suap Izin TKA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan izin Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari serangkaian penyelidikan yang dilakukan KPK, termasuk penggeledahan di 15 lokasi berbeda.

Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, mengungkapkan bahwa dari penggeledahan tersebut, tim penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti signifikan. Barang bukti tersebut meliputi sebelas unit kendaraan roda empat dan dua unit kendaraan roda dua, yang diduga terkait dengan tindak pidana korupsi ini. Selain itu, KPK juga menyita sejumlah besar uang tunai dalam berbagai mata uang asing, termasuk Dolar Amerika Serikat, Dolar Singapura, Euro, serta Rupiah. Jumlah pasti dari masing-masing mata uang masih dalam proses penghitungan lebih lanjut oleh tim penyidik.

Delapan tersangka yang ditetapkan oleh KPK adalah:

  • Suhartono: Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker periode 2020-2023.
  • Haryanto: Direktur PPTKA tahun 2019-2024 yang juga Dirjen Binapenta dan PKK tahun 2024-2025 dan kini menjabat Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Internasional.
  • Wisnu Pramono: Direktur PPTKA tahun 2017-2019.
  • Devi Angraeni: Direktur PPTKA tahun 2024-2025.
  • Gatot Widiartono: Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2021-2025.
  • Putri Citra Wahyoe: Petugas Hotline RPTKA periode tahun 2019 sampai dengan 2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2024-2025.
  • Jamal Shodiqin: Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019-2024 yang juga Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024-2025.
  • Alfa Eshad: Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018-2025.

Modus operandi dalam kasus ini adalah pemerasan terhadap agen TKA yang mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Para tersangka, yang memiliki kewenangan dalam proses penerbitan RPTKA, diduga dengan sengaja menunda atau mempersulit proses perizinan bagi agen yang tidak memberikan sejumlah uang yang telah ditetapkan. Tarif yang dikenakan bervariasi, tergantung pada posisi dan peran masing-masing tersangka dalam struktur birokrasi Kemnaker.

Praktik koruptif ini merugikan para agen TKA, yang harus membayar sejumlah uang yang tidak seharusnya untuk mempercepat proses perizinan. Selain itu, keterlambatan dalam penerbitan RPTKA juga dapat mengakibatkan denda bagi agen, sehingga semakin memperburuk situasi. KPK akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan.