KPK Ungkap Praktik Pemerasan Izin TKA di Kemenaker Berlangsung Lebih dari Satu Dekade

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa praktik pemerasan dalam pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah berlangsung sejak tahun 2012. Hal ini diungkapkan dalam konferensi pers yang diadakan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo, menjelaskan bahwa temuan ini didasarkan pada hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh KPK. Praktik koruptif ini tidak terbatas pada periode 2019, melainkan telah mengakar sejak lebih dari satu dekade lalu. KPK berencana memanggil mantan Menteri Tenaga Kerja untuk dimintai keterangan terkait praktik pemerasan tersebut. Pemanggilan ini bertujuan untuk menggali informasi lebih dalam mengenai modus operandi dan pihak-pihak yang terlibat.

Menurut Budi Sukmo, praktik pemerasan di Kemenaker terstruktur secara hierarkis. KPK akan meminta klarifikasi dari Menteri Tenaga Kerja periode sebelumnya, termasuk Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah, terkait dugaan praktik tersebut. KPK akan menyelidiki apakah para menteri mengetahui praktik yang terjadi di bawah kepemimpinan mereka, mengingat mereka memiliki tanggung jawab pengawasan manajerial. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa upaya pencegahan korupsi di Kemenaker dapat berjalan efektif.

Budi Sukmo menambahkan, penting untuk memastikan integritas seluruh jajaran di Kemenaker, mulai dari pimpinan hingga staf. Dengan demikian, upaya pencegahan dapat dilakukan secara komprehensif dan efektif. Sebelumnya, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terkait pengurusan izin RPTKA di Kemenaker. Penetapan tersangka dilakukan pada 19 Mei 2025.

Kedelapan tersangka tersebut adalah:

  • Suhartono (SH), mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK)
  • Haryanto (HY), Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025
  • Wisnu Pramono (WP), Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019
  • Devi Angraeni (DA), Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA
  • Gatot Widiartono (GTW), Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja
  • Putri Citra Wahyoe (PCW), staf
  • Jamal Shodiqin (JMS), staf
  • Alfa Eshad (ALF), staf

KPK mengungkapkan bahwa para tersangka telah menerima total uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024. Rincian uang yang diterima oleh masing-masing tersangka adalah sebagai berikut:

  • Suhartono: Rp 460 juta
  • Haryanto: Rp 18 miliar
  • Wisnu Pramono: Rp 580 juta
  • Devi Angraeni: Rp 2,3 miliar
  • Gatot Widiartono: Rp 6,3 miliar
  • Putri Citra Wahyoe: Rp 13,9 miliar
  • Alfa Eshad: Rp 1,8 miliar
  • Jamal Shodiqin: Rp 1,1 miliar

Sebagian dari uang hasil pemerasan tersebut, senilai Rp 8,94 miliar, digunakan untuk uang makan 85 orang staf di Dirjen Binapenta Kemenaker. Selain itu, uang sebesar Rp 5,4 miliar juga dinikmati oleh para staf hingga petugas kebersihan yang bekerja di Dirjen Binapenta. Namun, uang senilai Rp 5,4 miliar tersebut telah dikembalikan ke negara.

Kasus ini menjadi perhatian serius bagi KPK dalam upaya memberantas korupsi di sektor ketenagakerjaan. KPK akan terus melakukan pengembangan dan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan memastikan bahwa praktik koruptif semacam ini tidak terulang kembali.